BAB I
PENDAHULUAN
Islam sangat mementingkan
pendidikan yang dikenal dengan istilah Tarbiyah Al-Islamiyah. Dengan pendidikan
yang benar dan berkualitas, sehingga menghasilkan output yang berpendidikan, berakhlak dan akhirnya menciptakan masyarakat yang beradab dan madani. Al-Ghazali dan Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa pendidikan
adalah proses memanusiakan manusia. Sayangnya, saat ini, institusi-institusi
banyak yang mengabaikan visi ini, sehingga output yang dicetak lebih banyak
berintelek daripada berakhlak.
Pendidikan saat ini lebih bersifat pragmatis, mengarah
pada pendidikan yang mengejar kesuksesan materi daripada spiritual dan akhlak. Pendidikan dipandang secara
ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan
secepatnya diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai
keuntungan.
Seyogyanya pendidikan saati ini lebih
mengedepankan visi utamanya yaitu mencetak generasi yang berintelek dan berakhlak. Sifatnya mutlak dalam kehidupan seseorang, keluarga, maupun bangsa dan
negara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan oleh maju mundurnya
pendidikan bangsa itu. Mengingat sangat pentingnya pendidikan bagi kehiduapan maka
pendidikan harus dilaksanakan sebaik-baiknya, sehingga memperoleh hasil yang
diharapkan.
Pendidikan Islam adalah
pengembangan pikiran manusia dan penataan tingkah laku serta emosinya
berdasarkan agama Islam dengan maksud merealisasikan tujuan Islam di dalam
kehidupan individu dan masyarakat, yakni dalam seluruh lapangan kehidupan.
Pendidikan Islam bertolak dari
pola pikir tentang padunya aspek teoritis (prisip-prinsip) dengan aspek praktis
(metode). Prinsip diartikan sebagai permulaan, yang dengan suatu cara tertentu
melahirkan hal-hal lain yang keberadaaannya tergantung dari pemula itu. Jadi
kalau kita berbicara tentang prinsip pendidikan, maka pelaksanaan pendidikan
itu tergantung atau digariskan oleh prinsip-prinsip tersebut yang
menggariskannya.[1]
Ajaran Islam yang sarat dengan
konsep atau prinsip tertentu yang mendasari prilaku yang diharapkan. Pandangan
bahwa manusia merupakan makhluk Allah, yang mempunyai implikasi bahwa kehidupan
manusia, dasar dan tujuan hidupnya, upaya dan prilakunya tidak lepas dari
hubungannya dengan Allah. Demikian pula tingkah laku yang ditujukan kepada
manusia cara dan prosesnya harus dihubungkan dengan prinsip dasar bahwa manusia adalah makhluk Allah.
Abdurrahman an-Nahlawi
menjelaskan tentang prinsip-prinsip pendidikan Islam itu meliputi: Pendidikan
Islam, sumber Pendidikan Islam, Asas Pendidikan Islam, tujuan Pendidikan Islam
dan sarana Pendidikan Islam.
Dalam kajian ini akan
dijelaskan tentang prinsip-prinsip pendidikan Islam berkaitan dengan: pertama
prinsip-prinsip pendidikan teoritis filosofis,
kedua hubungan prinsip pendidikan dengan faktor-faktor
pendidikan, ketiga prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM
Prinsip-Prinsip Pendidikan
Teoritis Filosofis,
Hubungan Prinsip Pendidikan Dengan
Faktor-Faktor Pendidikan,
Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Islam
A.
Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam
Perinsip berasal dari bahasa
inggris, principle yang berarti مبدأ . قاعدة ,مبدأ
berarti tempat/ titik permulaan; asas, dasar; yang punya prinsip. Adapun قاعدة
berrti dasar, asas fondamen; prinsip.
Prinsip pendidikan Islam artinya
asas atau fondamen yang mendasari terbentuknya pendidikan Islam terutama
sebagai sebuah system pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri
sekaligus membedakan dengan sistem pendidikan lainnya.
Di segi kelembagaan, maka prinsip
lembaga pendidikan Islam tentu berbeda dengan pendidikan sekuler. Kelembagaan
pendidikan Islam antara lain memiliki
1.
Visi
atau wijhah yang Islami.
2.
Sarana
prasarana yang Islami, sesuai dengan norma manajemen Islami.
3.
Pimpinan
dengan syarat sesuai kepemimpinan Islami.
4.
Tenaga
pendidik yang Islami.
5.
Tenaga
kependidikan yang Islami.
6.
Sarana
dan alat yang mendukung proses pembelajaran dan pendidikan yang Islami seperti
ada mushalla.
Sebagai contoh lembaga pendidikan pesantren bisa
dikatagorikan salah satu kelembagaan pendidikan Islam, maka fondamennya harus
memiliki kiyai, mesjid, dan pondokan.
Secara umum prinsip pendidikan Islam meliputi :
1.
Bersendikan
kepada Ayat Qauliyah dan Kauniyah (wahyu dan hukum kealaman ).
2.
Tauhid,
terutama pengembangan fitrah manusia yakni memiliki potensi bertauhid serta
mencintai kebenaran,kebaikan dan keindahan
3.
Berdasarkan
kepada kebenaran, kabaikan dan keindahan (haniif).
4.
Mensinergikan
antara akidah, ibadah dan mu’amalah dalam arti luas.
5.
Bersendikan
pada asas normative, filosofis, sosiologis dan psikologis.
6.
Memperhatikan
dua alam kehidupan yakni dunia dan akhirat secara seimbang dan satu kesatuan.
7.
Holistic
atau terintegrasi dan Komprehensif antara akidah, ibadah dan muamalah ; iman,
ilmu dan amal; fisik, jiwa dan ruh; rumah tangga, sekolah dan masyarakat.
8.
Persamaan
terhadap peserta didik dan menghargai perbedaan individual
9.
Pemerataan
pendidikan atau pendidikan untuk semua lapisan masyarakat.
10.
Pendidikan
berlangsung semenjak dari buayan hingga liang lahat dilakukan ketika anak
berumur 4 tahun (120 hari) dalam kandungan.
11.
Mengahrgai
martabat dan harkat kemanusiaa, melalui cara-cara yang baik dan penuh hikmah.
12.
Berorientasi
nasioal dan internasional, karena Islam itu tidak mengenal batas wilayah.
13.
Berorientasi
kepada perubahan, kemajuan, kemodernan dan pembaharuan pemikiran yang positif
sejalan dengan tantangan zaman yang terus berkembang.
14.
Tujuan
baik, cara yang baik, pendidik,anak didik, sarana dan prasarana serta
lingkungan yang Islami.
15.
Memperhatikan
sequence pendidikan, yang diawali pendidikan di rumah tangga/keluarga,
sekolah/madrasah dan masyarakat.[2]
Dalam konteks metode pendidikan dan pembelajaran
terdapat beberapa prinsip :
1.
Terbuka
tidak boleh Kitman
Prinsip keterbuakaan dan tidak boleh memberikan hanya
sebagian dari yang diketahui oleh pendidik kepada anaknya. Nabi bersifat tablig
sebagai lawannya adalah kitman.
* $pkr'¯»t ãAqß§9$# õ÷Ïk=t/
!$tB
tAÌRé&
øs9Î) `ÏB y7Îi/¢ (
bÎ)ur óO©9
ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4 ª!$#ur ßJÅÁ÷èt z`ÏB
Ĩ$¨Z9$# 3
¨bÎ)
©!$#
w Ïöku
tPöqs)ø9$#
tûïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ
“Hai
rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak
kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan
amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.
( Al-Maidah, 5: 67 )
2.
Menyebarkan
Kebaikan
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$#
u#¤$!$# notÅzFy$#
(
wur
[Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$#
(
`Å¡ômr&ur !$yJ2
z`|¡ômr& ª!$#
øs9Î) (
wur
Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû
ÇÚöF{$# (
¨bÎ)
©!$#
w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$#
ÇÐÐÈ
“dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” ( Q.S. Al-Qashash, 28: 77 )
3.
Prinsip:
Gembira- Mudah
شَهۡرُ
رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ
فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ
سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا
يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ
عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ١٨٥
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur. (Al-Baqarah, 2
; 185)
4.
Santun-Lembut
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $àsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$#
(#qÒxÿR]w
ô`ÏB
y7Ï9öqym (
ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ÍöDF{$# ( #sÎ*sù
|MøBztã ö@©.uqtGsù
n?tã «!$#
4
¨bÎ)
©!$#
=Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$#
ÇÊÎÒÈ
“Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.(Ali-Imran, 3: 159 )
5.
Kebermaknaan
Nåk÷]ÏBur `¨B ßìÏJtGó¡o y7øs9Î) #Ó¨Lym #sÎ) (#qã_tyz
ô`ÏB
x8ÏYÏã
(#qä9$s% tûïÏ%©#Ï9 (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# #s$tB tA$s% $¸ÿÏR#uä 4 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$#
yìt6sÛ ª!$# 4n?tã öNÍkÍ5qè=è% (#þqãèt7¨?$#ur óOèduä!#uq÷dr& ÇÊÏÈ
“dan
di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila
mereka keluar dari sisimu orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi
ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya
tadi?" mereka Itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah
dan mengikuti hawa nafsu mereka”.( Muhammad: 16 )
6.
Komunikatif
dan terbuka menerima pendapat dari murid.
Orang-orang yang beruntung adalah mereka yang senang
mendengarkan pendapat orang lain dan bersedia menerima pendapat yang terbaik.
tûïÏ%©!$# tbqãèÏJtFó¡o
tAöqs)ø9$#
tbqãèÎ6Fusù
ÿ¼çmuZ|¡ômr& 4 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$#
ãNßg1yyd ª!$# (
y7Í´¯»s9'ré&ur öNèd (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÊÑÈ
“yang
mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka
Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah
orang-orang yang mempunyai akal”.( Q.S. Az-Zumar, 39: 18 )
7.
Pengetahuan
yang baru
óOÎgÎã\y
$uZÏF»t#uä Îû É-$sùFy$#
þÎûur öNÍkŦàÿRr& 4Ó®Lym
tû¨üt7oKt
öNßgs9 çm¯Rr&
,ptø:$# 3
öNs9urr& É#õ3t y7În/tÎ/
¼çm¯Rr&
4n?tã Èe@ä. &äóÓx«
îÍky
ÇÎÌÈ
“Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala
wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al
Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi
atas segala sesuatu”. ( Fusshilat : 53
).
8. Model
prilaku/keteladanan
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû
ÉAqßu
«!$#
îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt
©!$#
tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah”.[3] ( Al-Ahzab:21 )
B.
Prinsip-Prinsip Pendidikan Teoritis Filosofis
Al-Qur’an memberikan pandangan
yang mengacu pada kehidupan di dunia ini sehingga dasar-dasarnya harus memberi petunjuk
kepada pendidikan Islam. Seseorang tidak mungkin dapat berbicara tentang
pendidikan Islam tanpa mengambil Al-Qur’an sebagai satu-satunya rujukan.[4]
Teori pendidikan Islam
utamanya hendaknya berasal dari Al-Qur’an, sehingga teorinya mempunyai
ketepatan. Karena ayat al-Qur’an
bukanlah untuk waktu yang terbatas melainkan untuk jangka waktu yang
panjang dan tanpa batas.
Secara fundamental teori
Pendidikan Islam berdasarkan konsep-konsep Al-Qur’an. Oleh karenanya teori ini
terbuka pintu bagi konsep-konsep lain yang berbeda yang memberi dukungan
perspektif al-Qur’an secara tepat. Semua asas-asas yang tidak dapat didamaikan
dengan asas-asas dasar Islam harus ditinggalkan.
Dalam teori pendidikan Islam
dibicarakan pula tentang hal-hal yang berkaitan dengan substansi pendidikan
lainnya, seperti sosok guru yang islami, proses pembelajaran dan penilaian yang
islami, dan sebagainya. Prinsip-prinsip teori pendidikan Islam merupakan teori yang terintegratif yang
berdasarkan pada prinsip-prinsip Qur’ani. Jadi teori pendidikan Islam tidak
akan mungkin bertentangan dengan hasil-hasil sains, tetapi bisa menerima dan
memanfaatkan bagian-bagian dari sains sebagai pelaksanaan operasioanal
pendidikan.
Ada beberapa prinsip yang
menjadi dasar dalam pendidikan yang dikembangkan secara filosofis, yaitu : pertama
prinsip filsafat yang berhubungan dengan watak (natue) alam jagat, watak
manusia, watak masyarakat, watak pengetahuan manusia, dan watak akhlak, kedua
prinsip-prinsip pendidikan berhubungan dengan konsep pendidikan dan fungsinya
dalam masyarakat, tujuan-tujuan, kurikulum, program, metode-metode, pelayanan,
administrasi dan penyiapan guru-gurunya,[5] prinsip-prinsip tersebut adalah:
1.
Pendidikan berusaha mengadakan
pengembangan dan penumbuhan seluruh aspek pribadi individu dan mempersiapkannya
untuk khidupan yang mulia dan berhasil dalam suatu masyarakat. Pendidikan juga
berusaha memajukan, mengembangkan, dan merubah masyarakat kearah yang lebih
baik dalam segala bidang kehidupan: budaya, sosial, ekonomi dan politik.
2.
Pendidikan dalam pengertian yang
luas dan menyeluruh, yang meliputi pendidikan yang disengaja yang berlaku di bawah pengawasan dan bimbingan
lembaga pendidikan yang diciptakan. Juga meliputi pendidikan yang tidak
disengaja yang berlaku melalui lembaga yang tidak didirikan sengaja untuk
pendidikan, seperti lembaga penerangan. Juga meliputi pendidikan tiba-tiba dan
tidak disengaja. Karena itu pendidikan adalah salah satu proses tingkah laku
maka ia memerlukan dinamika dan kesinambungan dari buaian hingga keliang lahat.
Konsep ini tidak akan terlaksana sepenuhya kecuali timbul dari perubahan
tingkah laku individu atau pada kehidupan masyarakat. Perubahan ini dalam
rangka nilai-nilai masyarakat dan meliputi semua aspek prilaku individu dan
aspek kehidupan masyarakat.
3.
Pendidikan dalam pengertiannya
yang luas dan menyeluruh bertemu dan berjalin dengan konsep-konsep dan
pengertian-pengertian banyak proses-proses lain yang bertujuan merubah tingkah
laku individu dan kehidupan masyarakat seperti proses belajar, proses pertumbuhan,
proses interaksi dan perolehan pengalaman, proses penyesuaian psikologis,
sosial, dan jasmani, proses sosialisasi, proses perbaikan sosial, perubahan
sosial dan pengembangan ekonomi dan sosial. Pendidikan tidak dianggap berhasil
kecuali jika ia memberi sumbangan pada semua proses ini.
4.
Pandangan Islam terhadap
pendidikan tidaklah berbeda dari pandangan mutakhir. Di mana ia memandang
pendidikan muslim dengan pandangan menyeluruh, mengajak kearah keutuhan
(takamul) pengalaman yang
menghendaki segala sesuatu di sekolah, di berbagai lingkungan pelajar
berinteraksi dengan pendidik. Dengan demikian pendidikan itu bukan hanya
sekedar pendidikan agama atau nasehat agama. Islam juga menekankan banyak
pengertian yang bernilai pendidikan sangat penting, seperti menganggap
pendidikan sebagai proses perbaikan individu, proses pemulihan manusia, proses
penyampaian si anak didik kepada kesempurnaan secara perlahan-lahan. Ibadat
sebagai jalan terbaik untuk pembentukan dan pemurnian manusia lahir dan bathin
dan mengajarnya bagaimana ia melatih diri dalam mengendalikan nafsu syahwat.
Melatih dirinya menyerahkan diri secara mutlak kepada Tuhannya dan tidak
memperbudak dirinya kecuali kepada Tuhan pencipta sebagai sumber kehidupannya.
Islam menganggap pendidikan sebagai suatu proses spritual, akhlak, intelektual
dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai,
prinsip-prinsip dan teladan ideal dalam kehidupan.
Dalam pendidikan konsep
tentang manusia (hakikat dan tujuan hidup) dan alam yang kemudian lahir daripadanya
konsep dasar tentang kurikulum, proses belajar mengajar dan evaluasi. Dalam kaitan dengan hakikat
dan tujuan hidup manusia, doktrin Islam menyatakan bahwa kehidupan manusia
tidak hanya di dunia ini saja tetapi
juga di alam lain yaitu alam akhirat.
C. Hubungan Prinsip Pendidikan Dengan Faktor-faktor Pendidikan
Pada bagian terdahulu
dijelaskan tentang prinsip-prinsip pendidikan secara teoritis filosofis yang
kemudian bisa ditarik bahwa prinsip-prinsip pendidikan itu sebagaimana dikemukakan
Abudin Nata dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam:
1. Prinsip integrasi (tauhid)
Pendidikan Islam tidak mengenal adanya
pemisahan antara sains dan agama. Keduanya harus terintegrasi secara harmonis.
Dalam ajaran Islam, Allah adalah pencipta alam semesta termasuk manusia. Allah
pula yang menurunkan hukum-hukum untuk mengelola dan melestarikannya.
Hukum-hukum mengenai alam fisik disebut sunnatullah, sedangkan pedoman hidup
dan hukum-hukum untuk kehidupan manusia yang disebut dinullah yang mencakup
akidah dan syari'ah.
Al-Qur’an merupakan ayat yang diturunkan Allah (ayat
tanziliyah, qur’aniyah). Selain itu, Allah memerintahkan agar manusia membaca
ayat Allah yang berwujud fenomena-fenomena alam (ayat kauniyah, sunatullah).
Hal itu berarti bahwa pendidikan Islam harus dilaksanakan secara terpadu
(integral).
Suatu prinsip yang seharusnya
dianut adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat[6].
Karena itu mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat
dihindari agar masa kehidupan ini benar-benar bermanfaat untuk bekal diakhirat.
Perilaku yang terididik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan
harus diabdikan untuk mencapai kelayakan-kelayakan itu terutama dengan mematuhi
keinginan Tuhan. Pada surat Al-Qashash:77 Allah SWT berfirman:
وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ
ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن
كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ
لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٧٧
”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. QS.Al-Qashash:77),
Ayat ini menunjukkan kepada prinsip integritas di
mana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni
kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan
2. Prinsip Keseimbangan
Prinsip keseimbangan merupakan keharusan dalam
pengembangan dan pembinaan manusia sehingga tidak ada kepincangan dan
kesenjangan antara material, spiritual, maupun unsur jasmani, dan rohani. Prinsip keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan
dan pembinaan manusia tidak ada kepincangan dan kesenjangan.[7] Didalam Al-Quran Allah
menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Iman adalah unsur yang menyangkut
dengan hal spiritual, sedangkan amal adalah yang menyangkut dengan material,
yaitu jasmani. Hal ini diperjelas dalam firman Allah swt.
وَٱلۡعَصۡرِ
١ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ ٢ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ
وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ
٣
Artinya: 1. Demi
masa, 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran
Keseimbangan ini diartikan
sebagai keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan. Keseimbangan antara
material dan spritual, unsur jasmani dan rohani. Pada banyak ayat al-Qur’an
Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh
tujuh ayat yang menyebutkan iman dan amal secara bersamaan, secara implisit
menggambarkan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.[8] Diantaranya
adalah QS.Al-‘Ashr:1-3”Demi masa sesungguhnya manausia dalam kerugian,
kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh”. ayat ini menunjukkan bahwa
pendidikan akan meletakkan porsi yang seimbang untuk mencapai keseimbangan
dunia dan akhirat.
3. Prinsip kesetaraan atau
persamaan
Hal ini dirjelaskan dalam firman
Allah swt:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلنَاكُمْ
شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-menganal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
maha mengetahui lagi maha mengenal”. (QS: Al-Hujuraat 13)
Prinsip ini menekankan agar di
dalam pendidikan Islam tidak terdapat ketidakadilan perlakuan, atau
diskriminasi. Tanpa membedakan suku, ras, jenis kelamin, status sosial, latar
belakang, dsb. Karena manusia diciptakan oleh tuhan yang sama yaitu Allah SWT.
4.
Prinsip Pendidikan Seumur Hidup (Long
Life Education)
Prinsip pendidikan seumur hidup
bukanlah hal yang baru, di kalang umat islam ada ungkapan seperti, tuntutlah
ilmu mulai dari ayunan sampai keliang lahad. Sesungguhnya prinsip ini bersumber
dari pandangan manusia mengenai kebutuhan dan keterbatasan didalam hidupnya
yang selalu berhadapan dengan tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan
manusia itu sendiri kedalam jurang kehinaan. Dengan demikian, manusia dituntut
untuk menjadi pendidik bagi dirinya sendiri agar dapat mempaerbaiki dan
meningkatkan kualitas dirinya serta menyesali perbuatan yang menyimpang dari
jalan lurus.
Manusia berkewajiban mendidik dirinya sendiri dengan
senantiasa mengabdi kepada Tuhannya denga penuh kesadaran serta berusaha untuk
menambah ilmunya.
وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا العِلمَ دَرَجَاتٍ
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Dan apabila dikatakan: ‘Berdilah kamu’, maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang –orang yang beriman dan
orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS: Al-Mujadilah 11)
Prinsip ini bersumber
dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbataan
manusia di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai
tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan dirinya sendiri kejurang
kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk
mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, di samping
selalu memperbaiki kualitas dirinya, sebagaimana firman Allah:”Maka siapa
yang bertaubat sesudah kezhaliman dan memperbaiki dirinya maka Allah menerima
tubatnya...(QS.Al-Maidah:39).
Dari prinsip-prinsip tersebut
bisa ditambahkan lagi dengan prinsip persamaan yang berakar dari konsep dasar tentang
manusia yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik anatar
jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa maupun suku, ras, atau warna kulit.[9] dan prinsip
keutamaan ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses mekanik
melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh di mana segala kegiatannya
diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut
terdiri dari nilai-nilai moral yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan
nilai moral yang paling buruk dan rendah adalah syirik. Sehingga dengan prinsip
ini pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek
didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan
dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut.[10]
Kalau kita hubungkan dengan
faktor-faktor pendidikan, maka antara prinsip-prinsip pendidikan dengan
faktor-faktor pendidikan itu sangat berkaitan erat. Dalam kaidah-kaidah yang
menunjukkan bahwa dalam proses pendidikan itu ada pendidik yang
berfungsi sebagai pelatih, pengembang, pemberi atau pewaris. Kemudian terdapat
bahan yang dilatihkan, dikembangkan, diberikan dan diwariskan yakni
pengetahuan, keterampilan, berpikir, karakter yang berupa bahan ajar,
serta ada murid yang menerima latihan, pengembangan, pemberian dan
pewarisan pengetahuan, keterampilan, pikiran dan karakter.
Dalam kehidupan dunia ini
faktor utama dalam pendidikan hanya dua yakni alam dan manusia.[11]
Permasalahannya adalah bagaimana hakikat alam dan manusia itu menurut
pembuatnya yakni Allah SWT.
Konsep tentang alam dan manusia yang diambil Al-Qur’an dan
Hadis Nabi mempunyai posisi yang sangat penting karena dengan demikian berarti
ummat mendapat rujukan kebenaran yang langsung dari sumbernya.
Alam dan manusia sebagai
faktor utama dari pendidikan, kemudian faktor lain yang juga perlu ada pada
pendidikan dan hubungannya dengan prinsip-prinsip pendidikan sebagaimana
dikemukakan oleh Khoiron Rosyadi tentang faktor-faktor pendidikan Islam, yang
terdiri dari ;
a)
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan merupakan standar usaha
yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan
titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu tujuan dapat
membatasi ruang gerak usaha agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang
dicita-citakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian atau
evaluasi pada usaha-usaha pendidikan.[12]
Menurut Muhammad Athiyah
al-abrasyi, yang dikutif oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, menyatakan tujuan
pendidikan Islam adalah tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW sewaktu hidupnya, yaitu pembentukan moral yang tinggi, karena
pendidikan moral merupakan jiwa pendidikan Islam, sekalipun tanpa mengabaikan
pendidikan jasmani, akal dan ilmu praktis.[13]
Menurut Abdurrahman an-Nahlawi
tujuan pendidikan Islam adalah mendidik seluruh kecendrungan, dorongan dan
fitrah, kemudian mengarahkan semuanya kepada tujuan yang tertnggi, menuju
ibadah kepada Allah yang menciptakan manusia.[14]
Tujuan merupakan faktor yang
sangat menentukan dimana tujuan mempunyai fungsi sebagai:
a.
Sebagai arah pendidikan
Tanpa adanya semacam
antisipasi (pandangan ke depan) kepada tujuan, kegiatan tidak akan bisa
efisien, dalam hal ini tujuan akan menunjukkan arah dari suatu usaha, sedangkan
arah menunjukkan jalan yang harus ditempuh dari situasi sekarang kepada situasi
akan datang.
b.
Tujuan sebagai titik akhir
Suatu usaha tentu saja
mengalami permulaan serta mengalami pula akhirnya, mugkin saja ada usaha yang
terhenti dikarenakan suatu kegagalan mencapai tujuan, namun usaha itu belum
bisa dikatakan telah berakhir. Pada umumnya suatu usaha baru berakhir jika
tujuan akhirnya telah tercapai.
c.
Tujuan sebagai titik pangkal
mencapai tujuan lain
Apabila tujuan merupakan titik
akhir dari suatu usaha, maka dasar ini merupakan titik tolaknya, dalam arti
bahwa dasar tersebut merupakan fundamen yang menjadi alas permulaan suatu
usaha. Dengan demikian antara dasar-dasar dan tujuan terbentanglah garis yang
menunjukkan arah bergeraknya usaha tersebut.
d.
Memberi nilai pada usaha yang
dilakukan
Dalam konteks usaha-usaha yang
dilakukan kadang-kadang didapati tujuannya yang lebih luhur dan lebih mulia
dibandingkan yang lainya, semua itu terlihat apabila berdasarkan nilai-nilai
tertentu.
b) Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Sebagaimana teori Barat,
pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didiknya, dengan upaya mengembangkan seluruh potensi
peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun
psikomotorik (karsa).[15]
Pendidik adalah subjek yang
memberi pelayanan pengembangan potensi terdidik. Sebagai pemberi pelayanan,
pertama-tama pendidik haruslah:
1.
Orang yang mengenal dan menguasai
konsep dasar tentang manusia dan alam. Dalam hal pendidikan Islam, maka konsep dasar
tersebut diturunkan dari pernyataan-pernyataan yang dikemukakan Al-Qur’an dan
Hadis Nabi.
2.
Sikap guru untuk tidak memutlakan
pendapatnya manusia (guru, gurunya guru atau murid), sebab sifat mutlak itu
hanya milik Allah. Implikasinya adalah bahwa manusia guru dan murid pastilah
mempunyai sifat berlebih dan berkurang antara satu dengan yang lainnya. Namun
antara guru dan murid tetap menuju upaya mengerahkan kepada kesempurnaan,
karena itu pergaulan pergaulan manusia difungsikan untuk saling melengkapi.
3.
Terus menerus melalui
penelitian-penelitian atau bersama-sama melalui halaqah-halaqah, mendorong
minat dan memperkuat motivasi terdidik untuk belajar dan terus belajar.
4.
Teladan, khususnya dalam bidang
pengembangan ilmu pengetahuan, karena dengan terus belajar, pendidikpun akan
lebih menguasai bahan ajar secara lebih baik yang lama maupun yang baru dan
akan lebih menumbuhkan kepercayaan terdidik akan penguasaan bahan ajar
pendidik. Disadari atau tidak pendidik yang terus belajar akan menyadari
berbagai kekurangan dirinya.
5.
Cara dan tehnik komunikasi yang
lebih human, sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di tempat pendidik
tesebut dilaksanakan.
6.
Tidak terpaut secara terus menerus
kepada harta kekayaan kekuasaan dan popularitas, semuanya dikerjakan hanya
megharap balasan bimbingan dan penilaian dari Allah SWT, tentu saja tidak harus
diartikan bahwa si pendidik tidak boleh kaya, berkuasa dan populer, namun yang
penting tidak diperbudak oleh kekayaan, kekuasaan dan popularitas pada saat pendidik
tersebut kaya, berkuasa dan populer,
7.
Zuhud yakni tidak sedih dan
berduka karena sesuatu yang terlepas dan luput darinya, serta tidak gembira
berlebihan karena mendapatkan atau menguasai sesuatu.[16]
c) Fungsi dan Tugas Pendidik
Fungsi dan tugas seorang
pendidik meliputi pertama Sebagai pengajar (instruksional), yang
bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah
disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program
dilakukan. Kedua Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan
peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring
dengan tujuan Allah SWT menciptakannya. Ketiga sebagai pemimpin
(managerial), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik
dan masyarakat yang terkait terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya
pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas
program pendidikan yang dilakukan.[17]
Pendidik dalam kaitannya
dengan pendidikan terhadap orang lain, pada garis besarnya dapat dikategorikan
kedalam orang tua, guru dan masyarakat.
d) Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam
Dengan berpijak pada paradigma
“belajar sepanjang masa” maka istilah yang tepat untuk menyebut individu yang
menuntut ilmu adalah peserta didik bukan anak didik. Peserta didik cakupannya
lebih luas yang tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga pada orang-orang
dewasa. Sementara anak didik hanya dikhususkan bagi individu yang berusia
kanak-kanak.[18]
Peserta didik dalam pendidikan
Islam adalah individu sedang tumbuh dan berkembang,baik secara fisik,
psikologis, sosial dan religius dalam mengarungi kehidupan di akhirat kelak.
D. Faktor-Faktor
Pendidikan
1)
Paradigma Peserta Didik
Dalam Pendidikan Islam
Dalam proses belajar mengajar,
seorang pendidik harus sedapat mungkin memahami hakikat peserta didik didiknya
sebagai subjek dan objek pendidikan, beberapa hal yang perlu dipahami mengenai
peserta didik adalah:
Pertama, peserta didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri,
sehingga metode beajar mengajar tidak boleh
disamakan dengan orang dewasa. Orang dewasa tidak patut
mengeksploitasi dunia peserta didik, dengan mematuhi segala aturan dan
keinginannya, sehingga peserta didik kehilangan dunianya, maka menjadikan
kehampaan hidup dikemudian hari.
Kedua, peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan
kebutuhan untuk semaksimal mungkin. Kebutuhan individu menurut Abraham Maslow,
terdapat lima hierarki kebutuhan yang dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu:
1) kebutuhan-kebutuhan taraf dasar (basic needs), yang meliputi
kebutuhan fisik, rasa aman dan terjamin, dan ikut memiliki (sosial), dan harga
diri. 2) metakebutuhan-metakebutuhan (meta needs), meliputi apa saja yang
terkandung dalam aktualisasi diri, seperti keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan,
kesatuan dan lain sebagainya.[19]
Ketiga, peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang
lain, baik perbedaan yang disebabkan dari faktor endogen (fitrah) maupun
eksogen (lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat,
minat dan lingkungan yang mempengaruhinya.
Keempat, peserta didik dipandang
sebagai kesatuan sistem manusia. Sesuai dengan hakikat manusia, peserta didik sebagai makhluk monopluralis,
maka pribadi peserta didik walaupun terdiri dari banyak segi merupakan satu
kesatuan jiwa raga, (cipta, rasa, karsa).
Kelima, peserta didik merupakan subjek dan objek sekaligus dalam pendidikan
yang dimungkinkan dapat aktif, kreatif, serta produktif. Setiap peserta didik
memiliki aktivitas sendiri (swadaya) dan kreatifitas sendiri (daya cipta),
sehingga dalam pendidikan tidak memandang anak sebagai objek pasif yang biasanya
hanya menerima dan mendengarkan saja.
Keenam, peserta didik mengikuti priode-priode perkembangan tertentu dan
mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya. Implikasinya dalam
pendidikan adalah bagaimana proses pendidikan itu dapat disesuaikan dengan pola
dan tempo, serta irama perkembangan peserta didik.
2)
Sifat-sifat Dan Kode Etik
Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam
Sifat-sifat dan kode etik
peserta didik meupakan kewajiban yang harus dilaksanakannya dalam proses
belajar, baik secara langsung maupun tidak langsung, Al-Gazali mengemukakan
sebelas pokok kode etik peserta didik yaitu:
1.
Belajar dengan niat ibadah dalam rangka
taqarrub kepada Allah SWT, sehingga dalam kehidupan sehari-hari peserta didik
dituntut untuk menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang
tercela (takhalli) dan mengisi dengan akhlak yang terpuji (tahalli).
(perhatikan QS.al-An’am: 162 dan Al-Dzariyat: 56).
2.
Mengurangi kecendrngan pada
duniawi dibanding masalah ukhrawi (QS.ad-Dluha: 4) artinya belajar tidak
semata-mata untuk mendapatkan pekerjaan, tapi juga belajar dengan berjihad
melawan kebodohan demi mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi, baik di
hadapan manusia atau Allah SWT.
3.
Bersikap tawadlu (rendah hati)
dengan cara menanggalkan kepentingan pribadi untuk untuk kepentingan
pendidiknya, sekalipun cerdas, tetapi ia bijak dalam menggunakan kecerdaannya,
termauk juga bijak kepada teman-temannya yang IQ-nya rendah.
4.
Menjaga pikiran dan pertentangan
yang timbul dari berbagai aliran, sehingga ia fokus dan dapat memperoleh satu
kompetensi yang utuh dan mendalam dalam belajar.
5.
Mempelajari ilmu-ilmu yangterpuji
(mahmudah), baik untuk ukhrawi maupun untuk duniawi serta meninggalkan ilmu ilmu
yang tercela (madzmumah).
6.
Belajar dengan bertahap atau
berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkret) menuju pelajaran yang
sukar (abstrak), atau dari ilmu fardlu ‘ain menuju ilmu yang fardlu
kifayah.(QS.Al-Insyiqaq:19)
7.
Belajar ilmu sampai tuntas untuk
kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga peserta didik memiliki
spesifikasi ilmu yang pengetahuan secara mendalam.(QS.Al-Insyirah: 7)
8.
Mengenal nilai-nilai ilmiah atas
ilmu pengetahuan yang dipelajari, sehingga mendatangkan objektivitas dalam
memandang suatu maalah.
9.
Memprioritaskan ilmu diniyah
yang terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah SWT, sebelum memasuki ilmu
duniawi.
10.
Mengenal nilai-nilai pragmatis
bagi suatu ilmu pengetahuan yaitu ilmu yang bermanfaat dapat membahagiakan,
mensejahterakan serta memberi keselamatan hidup dunia akhirat.
- Peserta didik harus tunduk pada nasehat-nasehat pendidik [20]
3) Sarana Pendidikan Islam
Pendidikan mempuyai berbagai
sarana material atau manusiawi yang mempunyai dampak maknawi, seperti masjid,
pendidik, keluarga dan sekolah. Sarana ini disebut “alat pendidikan”. Adapula
sarana-sarana maknawi dan psikis seperti mendidik melalui cerita, dialog,
berdebat dengan cara terbaik, membuat perumpamaan dengan benda-benda atau
melalui pemberian teladan, sarana maknawi ini disebut dengan “metoda
pendidikan”[21]
Alat pendidikan adalah yang
tidak hanya membuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan
mendidik , tetapi juga mewujudkan diri sebagai perbuatan dan situasi yang
membantu tercapainya tujuan. Abu Ahmadi membedakan alat pendidikan kedalam
beberapa kategori, yaitu:
a.
Alat pendidikan positif dan
negatif
Alat pendidikan yang positif
dimaksudkan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik, misalnya pujian. Alat
pendidikan negatif dimaksudkan agar anak tidak mengerjakan sesuatu yang buruk,
misalnya larangan atau hukuman agar anak tidak mengulang perbuatan yang tidak
baik.
b.
Alat pendidikan preventif dan
korektif
Alat pendidikan preventif merupakan
alat pendidikan untuk mencegah anak mengerjakan sesuatu yang tidak baik,
misalnya peringatan atau larangan. Alat pendidikan korektif adalah alat untuk
memperbaiki kesalahan atau kekeliruannya yang telah dilakukan peserta didik,
misalnya hukuman.
c.
Alat pendidikan yang menyenangkan
dan tidak menyenangkan
Alat pendidikan yang menyenangkan
merupakan alat pendidikan yang digunakan agar peserta didik menjadi senang,
misalnya dengan hadiah atau ganjaran. Alat pendidikan yang tidak
menyenangkan dimaksudkan agar membuat peserta didik tidak senang, misalnya
dengan hukuman atau celaan.
4) Kurikulum Pendidikan Islam
Setiap kegiatan ilmiah
memerlukan suatu perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan secara sistematis
dan terstruktur. Demikian pula dengan pendidikan diperlukan adanya program yang
terencana dan dapat menghantar proses pendidikan sampai pada tujuan yang
diinginkan. Proses pelaksanaan sampai penilaian dalam pendidikan lebih dikenal
dengan istilah “kurikulum pendidikan”.[22]
5) Lingkungan
Lingkungan adalah sangat besar
pengaruhnya terhaap perkembangan anak
didik. Islam yang mengakui bahwa fitrah (potensi) manusia itu merupakan
dua hal yang saling bertentangansatu sama lain yaitu fitrah untuk berbuat baik
(Islam) dan fitrah untuk berbuat jahat (kafir). Dalam kondisi demikian lingkungan
merupakan sarana untuk mengembangkan fitrah tersebut.[23]
E. Prinsip-Prinsip
Penyelenggaraan Pendidikan Islam
a.
Prinsip-prinsip
penyelenggaraan pendidikan umum
1.
Pendidikan dilaksanakan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
2.
Pendidikan diselenggarkana sebagai
satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna, terbuka:
flksibelitas pilihan dan waktu penyeleaian program lintas satuan dan jalur
pendidikan, multimakna: proses pendidikan yang diselenggarakan dengan
berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian,
serta berbagai kecakapan hidup.
3.
Pendidikan diselenggarakan sebagai
suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat.
4.
Pendidikan diselenggarakan dengan
memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreatifitas peserta
didik dalam proses pembelajaran.
5.
Pendidikan diselenggarakan dengan
mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga
masyarakat.
6.
Pendidikan diselenggarakan dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan masyarakat.
b.
Prinsip penyelenggaraan
Pendidikan Islam
1.
Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang menjerumuskan manusia
pada api neraka. (QS.at-Tahrim: 6)
2.
Prinsip pembinaan ummat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang memiliki
keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia dunia dan akhirat, sebagai realisasi
cita-cita bagi orang yang beriman dan bertakwa, yang senantiasa memanjatkan
do’a sehari-harinya. (QS.al-Baqarah: 21 dan al-Qashash:77)
3.
Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang
kaya dengan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling mengembangkan hidupnya
untuk menghambakan diri pada khaliknya. Keyakinan dan keimanannya sebagai
penyuluh terhadap akal budi yang sekaligus mendasari ilmu pengetahuannya, bukan
sebaliknya, keimanan dikendalikan oleh akal budi.(QS.al-Mujadalah: 11)
4.
Prinsip ‘amar ma’ruf nahi
munkar dan membebaskan manusia dari belenggu-belenggu
kenistaan(QS.Ali-Imran: 104, 110)
5.
Prinsip pengembangan daya pikir, daya nalar, daya rasa sehingga dapat
menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya cipta, rasa dan
karsanya.[24]
Lembaga pendidikan sebagai
lembaga yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan, Ki Hajar
Dewantara memfokuskan penyelenggaraan lembaga pendidikan dengan Tricentra yang merupakan tempat pergaulan anak didik
dan sebagai pusat pendidikan yang amat penting baginya. Tricentra itu adalah:
1.
Alam keluarga yang membentuk
lembaga pendidikan keluarga
2.
Alam perguruan yang membentuk
lembaga pendidikan sekolah
BAB
III
PENUTUP
Perinsip berasal dari bahasa
inggris, principle yang berarti مبدأ . قاعدة ,مبدأ
berarti tempat/ titik permulaan; asas, dasar; yang punya prinsip. Adapun قاعدة
berrti dasar, asas fondamen; prinsip.
Prinsip pendidikan Islam artinya
asas atau fondamen yang mendasari terbentuknya pendidikan Islam terutama
sebagai sebuah system pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri
sekaligus membedakan dengan sistem pendidikan lainnya.
Ada beberapa prinsip yang menjadi dasar dalam pendidikan
yang dikembangkan secara filosofis yaitu yang berhubungan dengan watak (natue),
alam jagat, watak manusia, watak masyarakat, watak pengetahuan manusia dan
watak akhlak. Kemudian yang berhubungan dengan konsep pendidikan dan fungsinya
dalam masyarakat, tujuan, kurikulum, program, metode, pelayanan, administrasi
dan penyiapan guru-guru.
Prinsip pendidikan islam itu
meliputi prinsip: integarasi (tauhid),
keseimbangan, kesetaraan, perubahan, demokrasi, kesinambungan dan
pendidikan seumur hidup serta prinsip persamaan dan prinsip keutamaan.
Antara prinsip-prinsip
pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi.
Prinsip-prinsip
penyelenggaraan pendidikan Islam mencakup; prinsip pembebasan manusia dari
ancaman kesesatan, prinsip pembinaan umat manusia, prinsip pembentukan
kepribadian muslim, prinsip amar ma’ruf nahi munkar, dan prinsip pengembangan
daya pikir.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Saleh, Landasan Dan Tujuan Pendidikan Menurut
Al-Qur’an Serta Implementasinya, (Bandung: CV.Diponegoro, 1991)
Kamrani Buseri, Dasar,Asas, dan prinsip
Pendidikan Islam (Yogyakarta: PT aswaja
pressindo, cet.1 , 2014)
Abdullah, Abdurrahman Saleh, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan
Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990)
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta:Prenada Media, 2006)
Al-Syaibani, Omar
Mohammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, Cet 1, 1979)
An-Nahawi Abdurrahman, Prinsip-Prinsip dan
Metoda Pendidikan Islam
(Bandung: CV.Diponegoro, 1989)
Hitami, Muznir, Mengonsep Kembali
Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Infhite Pess,
2004)
Kamrani Buseri, Burhanuddin Abdullah, eds, Substansi Pendidikan
Islam, Kajian Teoritis dan Antisipati Abad XXI, (IAIN Antasari Banjarmasin,
1987)
Langgulung, Hasan, Asaa-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 2003)
Marimba, Ahmad.D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:PT.Al- Ma’arif, cet 8, 1989)
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1997)
[1]Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan
Islam Dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, (Bandung:CV.Diponegoro,
cet-3, 1996), h. 15
[2] Prof. Dr. H. kamrani
Buseri, MA Dasar,Asas, dan prinsip Pendidikan
Islam (Yogyakarta: PT aswaja pressindo, cet.1 , 2014), h. 292
[4]Abdurrahman Shaleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Islam
berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h.20
[5]Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta:PT
Pustaka Al-Husna Baru, 2003), h.45
[8]Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Kencana Pernada Media, 2006), h.73
[9]Muznir hitami, ibid , h. 27
[11]Sanusi Uwes, Teori-Teori Substansial Dalam Pendidikan Islam, Dalam
Kamrani Buseri dan Burhanuddin Abdullah,
eds.,Substansi Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan
Antisapatip Abad XXI (IAIN Antasari
Banjarmasin,1997), h.12
[12]Ahmad.D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam ,
(Bandung: Al-Ma’arif, 1989), h. 45-46
[13]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ibid, h.79
[14]Abdurrahman an-Nahlawi , Ibid
[16]Sanusi Uwes, Teori-teori substansial Dalam pendidikan Islam,
Ibid, h.19-20
[17] Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, ibid, h. 91
[21]Abdurrahman an-Nahlawi, ibid , h. 189
[23]Khoiron Rosyadi, Pendidikan Properitik, (Pustaka Pelajar,
cet-1, 2004), h. 296
Tidak ada komentar:
Posting Komentar