Jumat, 19 Juni 2015

PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM Prinsip-Prinsip Pendidikan Teoritis Filosofis, Hubungan Prinsip Pendidikan Dengan Faktor-Faktor Pendidikan, Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

Islam sangat mementingkan pendidikan yang dikenal dengan istilah Tarbiyah Al-Islamiyah. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, sehingga menghasilkan output yang berpendidikan, berakhlak dan akhirnya menciptakan masyarakat yang beradab dan madani. Al-Ghazali dan Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Sayangnya, saat ini, institusi-institusi banyak yang mengabaikan visi ini, sehingga output yang dicetak lebih banyak berintelek daripada berakhlak.
Pendidikan saat ini lebih bersifat pragmatis, mengarah pada pendidikan yang mengejar kesuksesan materi daripada spiritual dan akhlak. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan.
Seyogyanya pendidikan saati ini lebih mengedepankan visi utamanya yaitu mencetak generasi yang berintelek dan berakhlak. Sifatnya mutlak dalam kehidupan seseorang, keluarga, maupun bangsa dan negara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan bangsa itu. Mengingat sangat pentingnya pendidikan bagi kehiduapan maka pendidikan harus dilaksanakan sebaik-baiknya, sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.
Pendidikan Islam adalah pengembangan pikiran manusia dan penataan tingkah laku serta emosinya berdasarkan agama Islam dengan maksud merealisasikan tujuan Islam di dalam kehidupan individu dan masyarakat, yakni dalam seluruh lapangan kehidupan.
Pendidikan Islam bertolak dari pola pikir tentang padunya aspek teoritis (prisip-prinsip) dengan aspek praktis (metode). Prinsip diartikan sebagai permulaan, yang dengan suatu cara tertentu melahirkan hal-hal lain yang keberadaaannya tergantung dari pemula itu. Jadi kalau kita berbicara tentang prinsip pendidikan, maka pelaksanaan pendidikan itu tergantung atau digariskan oleh prinsip-prinsip tersebut yang menggariskannya.[1]
Ajaran Islam yang sarat dengan konsep atau prinsip tertentu yang mendasari prilaku yang diharapkan. Pandangan bahwa manusia merupakan makhluk Allah, yang mempunyai implikasi bahwa kehidupan manusia, dasar dan tujuan hidupnya, upaya dan prilakunya tidak lepas dari hubungannya dengan Allah. Demikian pula tingkah laku yang ditujukan kepada manusia cara dan prosesnya harus dihubungkan dengan prinsip dasar bahwa  manusia adalah makhluk Allah.
Abdurrahman an-Nahlawi menjelaskan tentang prinsip-prinsip pendidikan Islam itu meliputi: Pendidikan Islam, sumber Pendidikan Islam, Asas Pendidikan Islam, tujuan Pendidikan Islam dan sarana Pendidikan Islam.
Dalam kajian ini akan dijelaskan tentang prinsip-prinsip pendidikan Islam berkaitan dengan: pertama prinsip-prinsip pendidikan teoritis filosofis,  kedua hubungan prinsip pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan,  ketiga  prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan.





BAB II
PEMBAHASAN

PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM
Prinsip-Prinsip Pendidikan Teoritis Filosofis, Hubungan Prinsip Pendidikan Dengan Faktor-Faktor Pendidikan, Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Islam

A.    Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam
Perinsip berasal dari bahasa inggris, principle yang berarti مبدأ . قاعدة ,مبدأ berarti tempat/ titik permulaan; asas, dasar; yang punya prinsip. Adapun  قاعدة berrti dasar, asas fondamen; prinsip.
Prinsip pendidikan Islam artinya asas atau fondamen yang mendasari terbentuknya pendidikan Islam terutama sebagai sebuah system pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri sekaligus membedakan dengan sistem pendidikan lainnya.
Di segi kelembagaan, maka prinsip lembaga pendidikan Islam tentu berbeda dengan pendidikan sekuler. Kelembagaan pendidikan Islam antara lain memiliki
1.      Visi atau wijhah yang Islami.
2.      Sarana prasarana yang Islami, sesuai dengan norma manajemen Islami.
3.      Pimpinan dengan syarat sesuai kepemimpinan Islami.
4.      Tenaga pendidik yang Islami.
5.      Tenaga kependidikan yang Islami.
6.      Sarana dan alat yang mendukung proses pembelajaran dan pendidikan yang Islami seperti ada mushalla.
Sebagai contoh lembaga pendidikan pesantren bisa dikatagorikan salah satu kelembagaan pendidikan Islam, maka fondamennya harus memiliki kiyai, mesjid, dan pondokan.
Secara umum prinsip pendidikan Islam meliputi :
1.      Bersendikan kepada Ayat Qauliyah dan Kauniyah (wahyu dan hukum kealaman ).
2.      Tauhid, terutama pengembangan fitrah manusia yakni memiliki potensi bertauhid serta mencintai kebenaran,kebaikan dan keindahan
3.      Berdasarkan kepada kebenaran, kabaikan dan keindahan (haniif).
4.      Mensinergikan antara akidah, ibadah dan mu’amalah dalam arti luas.
5.      Bersendikan pada asas normative, filosofis, sosiologis dan psikologis.
6.      Memperhatikan dua alam kehidupan yakni dunia dan akhirat secara seimbang dan satu kesatuan.
7.      Holistic atau terintegrasi dan Komprehensif antara akidah, ibadah dan muamalah ; iman, ilmu dan amal; fisik, jiwa dan ruh; rumah tangga, sekolah dan masyarakat.
8.      Persamaan terhadap peserta didik dan menghargai perbedaan individual
9.      Pemerataan pendidikan atau pendidikan untuk semua lapisan masyarakat.
10.  Pendidikan berlangsung semenjak dari buayan hingga liang lahat dilakukan ketika anak berumur 4 tahun (120 hari) dalam kandungan.
11.  Mengahrgai martabat dan harkat kemanusiaa, melalui cara-cara yang baik dan penuh hikmah.
12.  Berorientasi nasioal dan internasional, karena Islam itu tidak mengenal batas wilayah.
13.  Berorientasi kepada perubahan, kemajuan, kemodernan dan pembaharuan pemikiran yang positif sejalan dengan tantangan zaman yang terus berkembang.
14.  Tujuan baik, cara yang baik, pendidik,anak didik, sarana dan prasarana serta lingkungan yang Islami.
15.  Memperhatikan sequence pendidikan, yang diawali pendidikan di rumah tangga/keluarga, sekolah/madrasah dan masyarakat.[2]
Dalam konteks metode pendidikan dan pembelajaran terdapat beberapa prinsip :


1.      Terbuka tidak boleh Kitman
Prinsip keterbuakaan dan tidak boleh memberikan hanya sebagian dari yang diketahui oleh pendidik kepada anaknya. Nabi bersifat tablig sebagai lawannya adalah kitman.
* $pkšr'¯»tƒ ãAqß§9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& šøs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4 ª!$#ur šßJÅÁ÷ètƒ z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ  
Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
( Al-Maidah, 5: 67 )

2.      Menyebarkan Kebaikan
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ  
dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” ( Q.S. Al-Qashash, 28: 77 )

3.      Prinsip: Gembira- Mudah
شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ١٨٥
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Al-Baqarah, 2 ; 185)

4.      Santun-Lembut
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ  
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(Ali-Imran, 3: 159 )

5.     Kebermaknaan
Nåk÷]ÏBur `¨B ßìÏJtGó¡o y7øs9Î) #Ó¨Lym #sŒÎ) (#qã_tyz ô`ÏB x8ÏYÏã (#qä9$s% tûïÏ%©#Ï9 (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# #sŒ$tB tA$s% $¸ÿÏR#uä 4 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# yìt6sÛ ª!$# 4n?tã öNÍkÍ5qè=è% (#þqãèt7¨?$#ur óOèduä!#uq÷dr& ÇÊÏÈ  
dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?" mereka Itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka.( Muhammad: 16 )

6.      Komunikatif dan terbuka menerima pendapat dari murid.
Orang-orang yang beruntung adalah mereka yang senang mendengarkan pendapat orang lain dan bersedia menerima pendapat yang terbaik.
tûïÏ%©!$# tbqãèÏJtFó¡o tAöqs)ø9$# tbqãèÎ6­Fusù ÿ¼çmuZ|¡ômr& 4 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# ãNßg1yyd ª!$# ( y7Í´¯»s9'ré&ur öNèd (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÊÑÈ  
yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.( Q.S. Az-Zumar, 39: 18 )







7.      Pengetahuan yang baru
óOÎgƒÎŽã\y $uZÏF»tƒ#uä Îû É-$sùFy$# þÎûur öNÍkŦàÿRr& 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ öNßgs9 çm¯Rr& ,ptø:$# 3 öNs9urr& É#õ3tƒ y7În/tÎ/ ¼çm¯Rr& 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« îÍky­ ÇÎÌÈ  
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu”. ( Fusshilat : 53 ).

    8. Model prilaku/keteladanan
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.[3] ( Al-Ahzab:21 )

B.     Prinsip-Prinsip Pendidikan Teoritis Filosofis
Al-Qur’an memberikan pandangan yang mengacu pada kehidupan di dunia ini  sehingga dasar-dasarnya harus memberi petunjuk kepada pendidikan Islam. Seseorang tidak mungkin dapat berbicara tentang pendidikan Islam tanpa mengambil Al-Qur’an sebagai satu-satunya rujukan.[4]
Teori pendidikan Islam utamanya hendaknya berasal dari Al-Qur’an, sehingga teorinya mempunyai ketepatan. Karena ayat al-Qur’an  bukanlah untuk waktu yang terbatas melainkan untuk jangka waktu yang panjang dan tanpa batas.
Secara fundamental teori Pendidikan Islam berdasarkan konsep-konsep Al-Qur’an. Oleh karenanya teori ini terbuka pintu bagi konsep-konsep lain yang berbeda yang memberi dukungan perspektif al-Qur’an secara tepat. Semua asas-asas yang tidak dapat didamaikan dengan asas-asas dasar Islam harus ditinggalkan.
Dalam teori pendidikan Islam dibicarakan pula tentang hal-hal yang berkaitan dengan substansi pendidikan lainnya, seperti sosok guru yang islami, proses pembelajaran dan penilaian yang islami, dan sebagainya. Prinsip-prinsip teori pendidikan  Islam merupakan teori yang terintegratif yang berdasarkan pada prinsip-prinsip Qur’ani. Jadi teori pendidikan Islam tidak akan mungkin bertentangan dengan hasil-hasil sains, tetapi bisa menerima dan memanfaatkan bagian-bagian dari sains sebagai pelaksanaan operasioanal pendidikan.
Ada beberapa prinsip yang menjadi dasar dalam pendidikan yang dikembangkan secara filosofis, yaitu : pertama prinsip filsafat yang berhubungan dengan watak (natue) alam jagat, watak manusia, watak masyarakat, watak pengetahuan manusia, dan watak akhlak, kedua prinsip-prinsip pendidikan berhubungan dengan konsep pendidikan dan fungsinya dalam masyarakat, tujuan-tujuan, kurikulum, program, metode-metode, pelayanan, administrasi dan penyiapan guru-gurunya,[5] prinsip-prinsip tersebut adalah:
1.      Pendidikan berusaha mengadakan pengembangan dan penumbuhan seluruh aspek pribadi individu dan mempersiapkannya untuk khidupan yang mulia dan berhasil dalam suatu masyarakat. Pendidikan juga berusaha memajukan, mengembangkan, dan merubah masyarakat kearah yang lebih baik dalam segala bidang kehidupan: budaya, sosial, ekonomi dan politik.
2.      Pendidikan dalam pengertian yang luas dan menyeluruh, yang meliputi pendidikan yang disengaja  yang berlaku di bawah pengawasan dan bimbingan lembaga pendidikan yang diciptakan. Juga meliputi pendidikan yang tidak disengaja yang berlaku melalui lembaga yang tidak didirikan sengaja untuk pendidikan, seperti lembaga penerangan. Juga meliputi pendidikan tiba-tiba dan tidak disengaja. Karena itu pendidikan adalah salah satu proses tingkah laku maka ia memerlukan dinamika dan kesinambungan dari buaian hingga keliang lahat. Konsep ini tidak akan terlaksana sepenuhya kecuali timbul dari perubahan tingkah laku individu atau pada kehidupan masyarakat. Perubahan ini dalam rangka nilai-nilai masyarakat dan meliputi semua aspek prilaku individu dan aspek kehidupan masyarakat.
3.      Pendidikan dalam pengertiannya yang luas dan menyeluruh bertemu dan berjalin dengan konsep-konsep dan pengertian-pengertian banyak proses-proses lain yang bertujuan merubah tingkah laku individu dan kehidupan masyarakat seperti proses belajar, proses pertumbuhan, proses interaksi dan perolehan pengalaman, proses penyesuaian psikologis, sosial, dan jasmani, proses sosialisasi, proses perbaikan sosial, perubahan sosial dan pengembangan ekonomi dan sosial. Pendidikan tidak dianggap berhasil kecuali jika ia memberi sumbangan pada semua proses ini.
4.      Pandangan Islam terhadap pendidikan tidaklah berbeda dari pandangan mutakhir. Di mana ia memandang pendidikan muslim dengan pandangan menyeluruh, mengajak kearah keutuhan (takamul)  pengalaman yang menghendaki segala sesuatu di sekolah, di berbagai lingkungan pelajar berinteraksi dengan pendidik. Dengan demikian pendidikan itu bukan hanya sekedar pendidikan agama atau nasehat agama. Islam juga menekankan banyak pengertian yang bernilai pendidikan sangat penting, seperti menganggap pendidikan sebagai proses perbaikan individu, proses pemulihan manusia, proses penyampaian si anak didik kepada kesempurnaan secara perlahan-lahan. Ibadat sebagai jalan terbaik untuk pembentukan dan pemurnian manusia lahir dan bathin dan mengajarnya bagaimana ia melatih diri dalam mengendalikan nafsu syahwat. Melatih dirinya menyerahkan diri secara mutlak kepada Tuhannya dan tidak memperbudak dirinya kecuali kepada Tuhan pencipta sebagai sumber kehidupannya. Islam menganggap pendidikan sebagai suatu proses spritual, akhlak, intelektual dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai, prinsip-prinsip dan teladan ideal dalam kehidupan.
Dalam pendidikan konsep tentang manusia (hakikat dan tujuan hidup) dan alam yang kemudian lahir daripadanya konsep dasar tentang kurikulum, proses belajar mengajar dan evaluasi. Dalam kaitan dengan hakikat dan tujuan hidup manusia, doktrin Islam menyatakan bahwa kehidupan manusia tidak hanya di dunia ini saja tetapi  juga di alam lain yaitu alam akhirat.   
       


C. Hubungan Prinsip Pendidikan Dengan Faktor-faktor Pendidikan
Pada bagian terdahulu dijelaskan tentang prinsip-prinsip pendidikan secara teoritis filosofis yang kemudian bisa ditarik bahwa prinsip-prinsip pendidikan itu sebagaimana dikemukakan Abudin Nata dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam:

1.      Prinsip integrasi (tauhid)
Pendidikan Islam tidak mengenal adanya pemisahan antara sains dan agama. Keduanya harus terintegrasi secara harmonis. Dalam ajaran Islam, Allah adalah pencipta alam semesta termasuk manusia. Allah pula yang menurunkan hukum-hukum untuk mengelola dan melestarikannya. Hukum-hukum mengenai alam fisik disebut sunnatullah, sedangkan pedoman hidup dan hukum-hukum untuk kehidupan manusia yang disebut dinullah yang mencakup akidah dan syari'ah.
Al-Qur’an merupakan ayat yang diturunkan Allah (ayat tanziliyah, qur’aniyah). Selain itu, Allah memerintahkan agar manusia membaca ayat Allah yang berwujud fenomena-fenomena alam (ayat kauniyah, sunatullah). Hal itu berarti bahwa pendidikan Islam harus dilaksanakan secara terpadu (integral).
Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat[6]. Karena itu mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat dihindari agar masa kehidupan ini benar-benar bermanfaat untuk bekal diakhirat. Perilaku yang terididik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan-kelayakan itu terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan. Pada surat Al-Qashash:77 Allah SWT berfirman:
وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٧٧

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. QS.Al-Qashash:77),

Ayat ini menunjukkan kepada prinsip integritas di mana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan

2.      Prinsip Keseimbangan
Prinsip keseimbangan merupakan keharusan dalam pengembangan dan pembinaan manusia sehingga tidak ada kepincangan dan kesenjangan antara material, spiritual, maupun unsur jasmani, dan rohani. Prinsip keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada kepincangan dan kesenjangan.[7] Didalam Al-Quran Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Iman adalah unsur yang menyangkut dengan hal spiritual, sedangkan amal adalah yang menyangkut dengan material, yaitu jasmani. Hal ini diperjelas dalam firman Allah swt.
وَٱلۡعَصۡرِ ١  إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ ٢  إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ٣
Artinya: 1. Demi masa, 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran

Keseimbangan ini diartikan sebagai keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan. Keseimbangan antara material dan spritual, unsur jasmani dan rohani. Pada banyak ayat al-Qur’an Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh tujuh ayat yang menyebutkan iman dan amal secara bersamaan, secara implisit menggambarkan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.[8] Diantaranya adalah QS.Al-‘Ashr:1-3”Demi masa sesungguhnya manausia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh”. ayat ini menunjukkan bahwa pendidikan akan meletakkan porsi yang seimbang untuk mencapai keseimbangan dunia dan akhirat.


3.      Prinsip kesetaraan atau persamaan
Hal ini dirjelaskan dalam firman Allah swt:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-menganal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”. (QS: Al-Hujuraat 13)

Prinsip ini menekankan agar di dalam pendidikan Islam tidak terdapat ketidakadilan perlakuan, atau diskriminasi. Tanpa membedakan suku, ras, jenis kelamin, status sosial, latar belakang, dsb. Karena manusia diciptakan oleh tuhan yang sama yaitu Allah SWT.

4.      Prinsip Pendidikan Seumur Hidup (Long Life Education)
Prinsip pendidikan seumur hidup bukanlah hal yang baru, di kalang umat islam ada ungkapan seperti, tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai keliang lahad. Sesungguhnya prinsip ini bersumber dari pandangan manusia mengenai kebutuhan dan keterbatasan didalam hidupnya yang selalu berhadapan dengan tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan manusia itu sendiri kedalam jurang kehinaan. Dengan demikian, manusia dituntut untuk menjadi pendidik bagi dirinya sendiri agar dapat mempaerbaiki dan meningkatkan kualitas dirinya serta menyesali perbuatan yang menyimpang dari jalan lurus.
Manusia berkewajiban mendidik dirinya sendiri dengan senantiasa mengabdi kepada Tuhannya denga penuh kesadaran serta berusaha untuk menambah ilmunya.
وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا العِلمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Dan apabila dikatakan: ‘Berdilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang –orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS: Al-Mujadilah 11)

Prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbataan manusia di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan dirinya sendiri kejurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, di samping selalu memperbaiki kualitas dirinya, sebagaimana firman Allah:”Maka siapa yang bertaubat sesudah kezhaliman dan memperbaiki dirinya maka Allah menerima tubatnya...(QS.Al-Maidah:39).
Dari prinsip-prinsip tersebut bisa ditambahkan lagi dengan prinsip persamaan  yang berakar dari konsep dasar tentang manusia yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik anatar jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa maupun suku, ras, atau warna kulit.[9] dan prinsip keutamaan ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh di mana segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai-nilai moral yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan nilai moral yang paling buruk dan rendah adalah syirik. Sehingga dengan prinsip ini pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut.[10]
Kalau kita hubungkan dengan faktor-faktor pendidikan, maka antara prinsip-prinsip pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan itu sangat berkaitan erat. Dalam kaidah-kaidah yang menunjukkan bahwa dalam proses pendidikan itu ada pendidik yang berfungsi sebagai pelatih, pengembang, pemberi atau pewaris. Kemudian terdapat bahan yang dilatihkan, dikembangkan, diberikan dan diwariskan yakni pengetahuan, keterampilan, berpikir, karakter yang berupa bahan ajar, serta ada murid yang menerima latihan, pengembangan, pemberian dan pewarisan pengetahuan, keterampilan, pikiran dan karakter.
Dalam kehidupan dunia ini faktor utama dalam pendidikan hanya dua yakni alam dan manusia.[11] Permasalahannya adalah bagaimana hakikat alam dan manusia itu menurut pembuatnya yakni Allah SWT. Konsep tentang alam dan manusia yang diambil Al-Qur’an dan Hadis Nabi mempunyai posisi yang sangat penting karena dengan demikian berarti ummat mendapat rujukan kebenaran yang langsung dari sumbernya.
Alam dan manusia sebagai faktor utama dari pendidikan, kemudian faktor lain yang juga perlu ada pada pendidikan dan hubungannya dengan prinsip-prinsip pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Khoiron Rosyadi tentang faktor-faktor pendidikan Islam, yang terdiri  dari ;

a)      Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan.[12]
Menurut Muhammad Athiyah al-abrasyi, yang dikutif oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, menyatakan tujuan pendidikan Islam adalah tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sewaktu hidupnya, yaitu pembentukan moral yang tinggi, karena pendidikan moral merupakan jiwa pendidikan Islam, sekalipun tanpa mengabaikan pendidikan jasmani, akal dan ilmu praktis.[13]
Menurut Abdurrahman an-Nahlawi tujuan pendidikan Islam adalah mendidik seluruh kecendrungan, dorongan dan fitrah, kemudian mengarahkan semuanya kepada tujuan yang tertnggi, menuju ibadah kepada Allah yang menciptakan manusia.[14]
Tujuan merupakan faktor yang sangat menentukan dimana tujuan mempunyai fungsi sebagai:
a.       Sebagai arah pendidikan
Tanpa adanya semacam antisipasi (pandangan ke depan) kepada tujuan, kegiatan tidak akan bisa efisien, dalam hal ini tujuan akan menunjukkan arah dari suatu usaha, sedangkan arah menunjukkan jalan yang harus ditempuh dari situasi sekarang kepada situasi akan datang.
b.      Tujuan sebagai titik akhir
Suatu usaha tentu saja mengalami permulaan serta mengalami pula akhirnya, mugkin saja ada usaha yang terhenti dikarenakan suatu kegagalan mencapai tujuan, namun usaha itu belum bisa dikatakan telah berakhir. Pada umumnya suatu usaha baru berakhir jika tujuan akhirnya telah tercapai.
c.       Tujuan sebagai titik pangkal mencapai tujuan lain
Apabila tujuan merupakan titik akhir dari suatu usaha, maka dasar ini merupakan titik tolaknya, dalam arti bahwa dasar tersebut merupakan fundamen yang menjadi alas permulaan suatu usaha. Dengan demikian antara dasar-dasar dan tujuan terbentanglah garis yang menunjukkan arah bergeraknya usaha tersebut.
d.      Memberi nilai pada usaha yang dilakukan
Dalam konteks usaha-usaha yang dilakukan kadang-kadang didapati tujuannya yang lebih luhur dan lebih mulia dibandingkan yang lainya, semua itu terlihat apabila berdasarkan nilai-nilai tertentu.

b)     Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya, dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[15]
Pendidik adalah subjek yang memberi pelayanan pengembangan potensi terdidik. Sebagai pemberi pelayanan, pertama-tama pendidik haruslah:
1.      Orang yang mengenal dan menguasai konsep dasar tentang manusia dan alam. Dalam hal pendidikan Islam, maka konsep dasar tersebut diturunkan dari pernyataan-pernyataan yang dikemukakan Al-Qur’an dan Hadis Nabi.
2.      Sikap guru untuk tidak memutlakan pendapatnya manusia (guru, gurunya guru atau murid), sebab sifat mutlak itu hanya milik Allah. Implikasinya adalah bahwa manusia guru dan murid pastilah mempunyai sifat berlebih dan berkurang antara satu dengan yang lainnya. Namun antara guru dan murid tetap menuju upaya mengerahkan kepada kesempurnaan, karena itu pergaulan pergaulan manusia difungsikan untuk saling melengkapi.
3.      Terus menerus melalui penelitian-penelitian atau bersama-sama melalui halaqah-halaqah, mendorong minat dan memperkuat motivasi terdidik untuk belajar dan terus belajar.
4.      Teladan, khususnya dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan, karena dengan terus belajar, pendidikpun akan lebih menguasai bahan ajar secara lebih baik yang lama maupun yang baru dan akan lebih menumbuhkan kepercayaan terdidik akan penguasaan bahan ajar pendidik. Disadari atau tidak pendidik yang terus belajar akan menyadari berbagai kekurangan dirinya.
5.      Cara dan tehnik komunikasi yang lebih human, sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di tempat pendidik tesebut dilaksanakan.
6.      Tidak terpaut secara terus menerus kepada harta kekayaan kekuasaan dan popularitas, semuanya dikerjakan hanya megharap balasan bimbingan dan penilaian dari Allah SWT, tentu saja tidak harus diartikan bahwa si pendidik tidak boleh kaya, berkuasa dan populer, namun yang penting tidak diperbudak oleh kekayaan, kekuasaan dan popularitas pada saat pendidik tersebut kaya, berkuasa dan populer,
7.      Zuhud yakni tidak sedih dan berduka karena sesuatu yang terlepas dan luput darinya, serta tidak gembira berlebihan karena mendapatkan atau menguasai sesuatu.[16]
     
c)      Fungsi dan Tugas Pendidik
Fungsi dan tugas seorang pendidik meliputi pertama Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan. Kedua Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya. Ketiga sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.[17]
Pendidik dalam kaitannya dengan pendidikan terhadap orang lain, pada garis besarnya dapat dikategorikan kedalam orang tua, guru dan masyarakat.

d)     Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam
Dengan berpijak pada paradigma “belajar sepanjang masa” maka istilah yang tepat untuk menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik bukan anak didik. Peserta didik cakupannya lebih luas yang tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga pada orang-orang dewasa. Sementara anak didik hanya dikhususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak.[18]
Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu sedang tumbuh dan berkembang,baik secara fisik, psikologis, sosial dan religius dalam mengarungi kehidupan di akhirat kelak.


D. Faktor-Faktor Pendidikan

1)      Paradigma Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam

Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik harus sedapat mungkin memahami hakikat peserta didik didiknya sebagai subjek dan objek pendidikan, beberapa hal yang perlu dipahami mengenai peserta didik adalah:
Pertama, peserta didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri, sehingga metode beajar mengajar tidak   boleh disamakan dengan   orang dewasa. Orang dewasa tidak patut mengeksploitasi dunia peserta didik, dengan mematuhi segala aturan dan keinginannya, sehingga peserta didik kehilangan dunianya, maka menjadikan kehampaan hidup dikemudian hari.
Kedua, peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan untuk semaksimal mungkin. Kebutuhan individu menurut Abraham Maslow, terdapat lima hierarki kebutuhan yang dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu: 1) kebutuhan-kebutuhan taraf dasar (basic needs), yang meliputi kebutuhan fisik, rasa aman dan terjamin, dan ikut memiliki (sosial), dan harga diri. 2) metakebutuhan-metakebutuhan (meta needs), meliputi apa saja yang terkandung dalam aktualisasi diri, seperti keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan dan lain sebagainya.[19]
Ketiga, peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang lain, baik perbedaan yang disebabkan dari faktor endogen (fitrah) maupun eksogen (lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat dan lingkungan yang mempengaruhinya.
Keempat,  peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia. Sesuai dengan hakikat manusia,  peserta didik sebagai makhluk monopluralis, maka pribadi peserta didik walaupun terdiri dari banyak segi merupakan satu kesatuan jiwa raga, (cipta, rasa, karsa).
Kelima, peserta didik merupakan subjek dan objek sekaligus dalam pendidikan yang dimungkinkan dapat aktif, kreatif, serta produktif. Setiap peserta didik memiliki aktivitas sendiri (swadaya) dan kreatifitas sendiri (daya cipta), sehingga dalam pendidikan tidak memandang anak sebagai objek pasif yang biasanya hanya menerima dan mendengarkan saja.
Keenam, peserta didik mengikuti priode-priode perkembangan tertentu dan mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya. Implikasinya dalam pendidikan adalah bagaimana proses pendidikan itu dapat disesuaikan dengan pola dan tempo, serta irama perkembangan peserta didik.

2)      Sifat-sifat Dan Kode Etik Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam
Sifat-sifat dan kode etik peserta didik meupakan kewajiban yang harus dilaksanakannya dalam proses belajar, baik secara langsung maupun tidak langsung, Al-Gazali mengemukakan sebelas pokok kode etik peserta didik yaitu:
1.      Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT, sehingga dalam kehidupan sehari-hari peserta didik dituntut untuk menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela (takhalli) dan mengisi dengan akhlak yang terpuji (tahalli). (perhatikan QS.al-An’am: 162 dan Al-Dzariyat: 56).
2.      Mengurangi kecendrngan pada duniawi dibanding masalah ukhrawi (QS.ad-Dluha: 4) artinya belajar tidak semata-mata untuk mendapatkan pekerjaan, tapi juga belajar dengan berjihad melawan kebodohan demi mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi, baik di hadapan manusia atau Allah SWT.
3.      Bersikap tawadlu (rendah hati) dengan cara menanggalkan kepentingan pribadi untuk untuk kepentingan pendidiknya, sekalipun cerdas, tetapi ia bijak dalam menggunakan kecerdaannya, termauk juga bijak kepada teman-temannya yang IQ-nya rendah.
4.      Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga ia fokus dan dapat memperoleh satu kompetensi yang utuh dan mendalam dalam belajar.
5.      Mempelajari ilmu-ilmu yangterpuji (mahmudah), baik untuk ukhrawi maupun untuk duniawi serta meninggalkan ilmu ilmu yang tercela (madzmumah).
6.      Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkret) menuju pelajaran yang sukar (abstrak), atau dari ilmu fardlu ‘ain menuju ilmu yang fardlu kifayah.(QS.Al-Insyiqaq:19)
7.      Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga peserta didik memiliki spesifikasi ilmu yang pengetahuan secara mendalam.(QS.Al-Insyirah: 7)
8.      Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari, sehingga mendatangkan objektivitas dalam memandang suatu maalah.
9.      Memprioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah SWT, sebelum memasuki ilmu duniawi.
10.  Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan yaitu ilmu yang bermanfaat dapat membahagiakan, mensejahterakan serta memberi keselamatan hidup dunia akhirat.
  1. Peserta didik harus tunduk pada nasehat-nasehat pendidik [20]

3)      Sarana Pendidikan Islam
Pendidikan mempuyai berbagai sarana material atau manusiawi yang mempunyai dampak maknawi, seperti masjid, pendidik, keluarga dan sekolah. Sarana ini disebut “alat pendidikan”. Adapula sarana-sarana maknawi dan psikis seperti mendidik melalui cerita, dialog, berdebat dengan cara terbaik, membuat perumpamaan dengan benda-benda atau melalui pemberian teladan, sarana maknawi ini disebut dengan “metoda pendidikan”[21]
Alat pendidikan adalah yang tidak hanya membuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik , tetapi juga mewujudkan diri sebagai perbuatan dan situasi yang membantu tercapainya tujuan. Abu Ahmadi membedakan alat pendidikan kedalam beberapa kategori, yaitu:
a.       Alat pendidikan positif dan negatif
Alat pendidikan yang positif dimaksudkan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik, misalnya pujian. Alat pendidikan negatif dimaksudkan agar anak tidak mengerjakan sesuatu yang buruk, misalnya larangan atau hukuman agar anak tidak mengulang perbuatan yang tidak baik.
b.      Alat pendidikan preventif dan korektif
Alat pendidikan preventif merupakan alat pendidikan untuk mencegah anak mengerjakan sesuatu yang tidak baik, misalnya peringatan atau larangan. Alat pendidikan korektif adalah alat untuk memperbaiki kesalahan atau kekeliruannya yang telah dilakukan peserta didik, misalnya hukuman.
c.       Alat pendidikan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan
Alat pendidikan yang menyenangkan merupakan alat pendidikan yang digunakan agar peserta didik menjadi senang, misalnya dengan hadiah atau ganjaran. Alat pendidikan yang tidak menyenangkan dimaksudkan agar membuat peserta didik tidak senang, misalnya dengan hukuman atau celaan.

4)      Kurikulum Pendidikan Islam
Setiap kegiatan ilmiah memerlukan suatu perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur. Demikian pula dengan pendidikan diperlukan adanya program yang terencana dan dapat menghantar proses pendidikan sampai pada tujuan yang diinginkan. Proses pelaksanaan sampai penilaian dalam pendidikan lebih dikenal dengan istilah “kurikulum pendidikan”.[22]     

5)      Lingkungan
Lingkungan adalah sangat besar pengaruhnya terhaap perkembangan anak  didik. Islam yang mengakui bahwa fitrah (potensi) manusia itu merupakan dua hal yang saling bertentangansatu sama lain yaitu fitrah untuk berbuat baik (Islam) dan fitrah untuk berbuat jahat (kafir). Dalam kondisi demikian lingkungan merupakan sarana untuk mengembangkan fitrah tersebut.[23]

E. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Islam
a.      Prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan umum
1.      Pendidikan dilaksanakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
2.      Pendidikan diselenggarkana sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna, terbuka: flksibelitas pilihan dan waktu penyeleaian program lintas satuan dan jalur pendidikan, multimakna: proses pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup.
3.      Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4.      Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
5.      Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
6.      Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan masyarakat.

b.      Prinsip penyelenggaraan Pendidikan Islam
1.      Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang menjerumuskan manusia pada api neraka. (QS.at-Tahrim: 6)
2.      Prinsip pembinaan ummat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia dunia dan akhirat, sebagai realisasi cita-cita bagi orang yang beriman dan bertakwa, yang senantiasa memanjatkan do’a sehari-harinya. (QS.al-Baqarah: 21 dan al-Qashash:77)
3.      Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling mengembangkan hidupnya untuk menghambakan diri pada khaliknya. Keyakinan dan keimanannya sebagai penyuluh terhadap akal budi yang sekaligus mendasari ilmu pengetahuannya, bukan sebaliknya, keimanan dikendalikan oleh akal budi.(QS.al-Mujadalah: 11)
4.      Prinsip ‘amar ma’ruf nahi munkar dan membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kenistaan(QS.Ali-Imran: 104, 110)
5.      Prinsip pengembangan daya pikir, daya nalar, daya rasa sehingga dapat menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya cipta, rasa dan karsanya.[24]
Lembaga pendidikan sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan, Ki Hajar Dewantara memfokuskan penyelenggaraan lembaga pendidikan dengan Tricentra  yang merupakan tempat pergaulan anak didik dan sebagai pusat pendidikan yang amat penting baginya. Tricentra itu adalah:
1.      Alam keluarga yang membentuk lembaga pendidikan keluarga
2.      Alam perguruan yang membentuk lembaga pendidikan sekolah
3.      Alam pemuda yang membentuk lembaga pendidikan masyarakat.[25]















BAB III

PENUTUP

Perinsip berasal dari bahasa inggris, principle yang berarti مبدأ . قاعدة ,مبدأ berarti tempat/ titik permulaan; asas, dasar; yang punya prinsip. Adapun  قاعدة berrti dasar, asas fondamen; prinsip.
Prinsip pendidikan Islam artinya asas atau fondamen yang mendasari terbentuknya pendidikan Islam terutama sebagai sebuah system pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri sekaligus membedakan dengan sistem pendidikan lainnya.
Ada beberapa prinsip yang menjadi dasar dalam pendidikan yang dikembangkan secara filosofis yaitu yang berhubungan dengan watak (natue), alam jagat, watak manusia, watak masyarakat, watak pengetahuan manusia dan watak akhlak. Kemudian yang berhubungan dengan konsep pendidikan dan fungsinya dalam masyarakat, tujuan, kurikulum, program, metode, pelayanan, administrasi dan penyiapan guru-guru.
Prinsip pendidikan islam itu meliputi prinsip: integarasi (tauhid),  keseimbangan, kesetaraan, perubahan, demokrasi, kesinambungan dan pendidikan seumur hidup serta prinsip persamaan dan prinsip keutamaan.
Antara prinsip-prinsip pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan mempunyai hubungan yang  erat dan saling mempengaruhi.
Prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan Islam mencakup; prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan, prinsip pembinaan umat manusia, prinsip pembentukan kepribadian muslim, prinsip amar ma’ruf nahi munkar, dan prinsip pengembangan daya pikir.    






DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, Abdurrahman Saleh, Landasan Dan Tujuan Pendidikan Menurut Al-Qur’an Serta Implementasinya, (Bandung: CV.Diponegoro, 1991)

Kamrani Buseri, Dasar,Asas, dan prinsip Pendidikan Islam (Yogyakarta: PT    aswaja pressindo, cet.1 , 2014)

Abdullah, Abdurrahman Saleh, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an,                                                        (Jakarta: Rineka Cipta, 1990)

Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Prenada Media, 2006)

Al-Syaibani, Omar Mohammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta:
              Bulan Bintang, Cet 1, 1979)

An-Nahawi Abdurrahman, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam
             (Bandung: CV.Diponegoro, 1989)

Hitami, Muznir, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Infhite Pess,
             2004)

Kamrani Buseri, Burhanuddin Abdullah, eds, Substansi Pendidikan Islam, Kajian Teoritis dan Antisipati Abad XXI, (IAIN Antasari Banjarmasin, 1987)

Langgulung, Hasan, Asaa-Asas Pendidikan Islam,  (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 2003)

Marimba, Ahmad.D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:PT.Al-  Ma’arif, cet 8, 1989)

Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997)









[1]Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam Dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, (Bandung:CV.Diponegoro, cet-3, 1996), h. 15
[2] Prof. Dr. H. kamrani Buseri, MA  Dasar,Asas, dan prinsip Pendidikan Islam (Yogyakarta: PT aswaja pressindo, cet.1 , 2014), h. 292

               [3] Ibid. h. 297

[4]Abdurrahman Shaleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Islam berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h.20
[5]Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta:PT Pustaka Al-Husna Baru, 2003), h.45
[6]Muznir Hitami, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam ,(Yogyakarta:Infinite Press, 2004), h.24
[7]Ibid, h. 26

[8]Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Pernada Media, 2006), h.73
[9]Muznir hitami, ibid , h. 27
[10]Ibid, h. 30

[11]Sanusi Uwes, Teori-Teori Substansial Dalam Pendidikan Islam, Dalam Kamrani Buseri dan  Burhanuddin Abdullah, eds.,Substansi Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Antisapatip Abad XXI (IAIN Antasari Banjarmasin,1997), h.12

[12]Ahmad.D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam , (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), h. 45-46

[13]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ibid, h.79

[14]Abdurrahman an-Nahlawi , Ibid

[15]Ibid, h. 87
[16]Sanusi Uwes, Teori-teori substansial Dalam pendidikan Islam, Ibid, h.19-20

[17] Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, ibid, h. 91

[18]Ibid , h. 104

[19]Ibid , h. 105
[20]Ibid, h.113-114

[21]Abdurrahman an-Nahlawi, ibid , h. 189

               [22]Ibid, h. 121

[23]Khoiron Rosyadi, Pendidikan Properitik, (Pustaka Pelajar, cet-1, 2004), h. 296
[24]Ibid, h. 223-224

[25]Ibid, h. 224

Tidak ada komentar:

Posting Komentar