BIOGRAFI SALAHUDIN YUSUF AL-AYUBI
Shalahudin Al-Ayubi terlahir dari
keluarga Kurdish di kota Tirkit (140km barat laut kota Baghdad) dekat sungai
Trigis pada tahun 1137 M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar
di Damaskus di lingkungan snggota dinasti Zangid yang memerintah Syiria, yaitu
Nur Ad-Din atau Nuruddin Zangi.Shalahudin Al-Ayubi atau tepatnya Sholahudin
Yusuf bin Ayyub, Salah Ad-Din Ibn Ayyub atau Saladin/salahadin (menurut lafal
orang barat) adalah salah satu pahlawan besar dalam tharikh (sejarah Islam).
Satu konsep dan budaya dari pahlawan perang ini adalah perayaan hari lahir Nabi
Muhammad SAW yang kita kenal dengan sebutan maulud atau mauled, berasal dari
kata milad yang artinya tahun, bermakna seperti pada istilah ulang tahun. Selain
belajar islam,Shalahuddin pun mendapat
pelajaran kemiliteran dari pamannya Assadin Shirkuh,seorang panglima pereng
Turki SaljukKekhalifahan bersama dengan pamannya Shalahuddin menguasai
Mesir,dan memposisikan Sultan terkhir dari kekhalifahan Fathimiyah(Turunan dari
Fathimah ,Putri Nabi Muhammad SAW).[1].
Dalam referensi lain menyebutkan seperti ini.
Shalahuddin dilahirkan pada tahun 532 H/1138 M di daerah Takrier (Iraq bagian
utara) dan wafat pada tahun 589 H/1193 M, beliau putra dari Najmuddin bin Ayyub
(tidak ditemukan nama ibunya).[2]
Dalam referensi lain di katakana bahwa Nama lengkapnya adalah Yusuf bin Ayyub
bin Syadzi dengan nama panggilannya adalah Abu Al-Muzhffar dan julukannya yaitu
Malik An-Nashier (raja yang selalu menang).[3]
Orang-orang eropa menyebutnya “saladin” (pahlawan perang salib dari keluarga
Ayyubiyah suku Kurdi). Ayahnya ditunjuk sebagai Gubernur Suriah oleh Nuruddin
Zangi (Raja Syam) sebagai pemimpin garnisun di Baal Bek. Pendidikan dan masa
muda Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi kurang dikenal oleh masyarakat. Ia senang
berdiskusi ilmu kalam, ilmu fikih, Al-Qur’an dan Hadits. Ketika Nuruddin Zangi
menguasai Damaskus, ayahnya memperkenalkannya kepada Nuruddin, ia pun kemudian
muncul di depan public dan di kenal masyarakat menjelang keberangkatannya ke
Mesir untuk menyertai pamannya (Asaduddin Syirkah Komandan Pasukan Syam) dalam
suatu ekspedisi militer.[4]
Daulah Fathimiyah waktu itu telah lemah tidak sanggup
menghadapi tentara salib yang hendak menguasai dunia Islam. Rajanya Al-Adhid
Lidinillah telah tua dan sakit, meminta bantuan kepada Nuruddin Zangi (raja
syam). Nuruddin pun mengutus Shalahuddin keponakanya membawa angkatan
bersenjata untuk membantu mesir . dalam perjuangannya beliau berhasil sehingga
kemudian menjadi Sultan di mesir sebagai pendiri dinasti Ayyubiyah..
Perjuangan Shalahudin sampai menjadi
sultan dapat dibagi menjadi 3 periode;
1.
Periode
berjuang di mesir
Beliau muncul pertama kali sebagai
prajurit biasa di mesir pada tahun 556H/1164M sewaktu umurnya 27 tahun.ketika
itu Nuruddin Zangi (pamanya) mengirim angkatan bersenjata yang terdiri dari
suku Kurdi dan Turkuman di bawah pimpinan Shirkuh di bantu oleh banyak staf komando,Shalahuddin salah
satunya.Tentaranya diminta untuk menyerang Tyre agar bisa mengalihkan serangan
tentara salib dari Mesir.Permintaanitu membuat
Nuruddin campur tangan dalam
urusan Mesir dan menjadi tahu bahwa
Mesir telah lemah menghadapi tentara salib dan member kesempatan kepada
Shalahuddin sebagai wakil untuk menguasai Mesir. [5]
Pada
tanggal 8 januari 1169 M,Shirkuh tiba di Kairo dan ditunjuk sebagai
mentri serta panglima oleh khalifah Fathimiyah (Al-Adhid). Ini untuk pertama
kalinya keluarga Al-Ayyubi menjadi perdana menteri Namun Shirkuh tidak
ditakdirkan untuk menikmati buah usahanya cukup lama.Ia meningggal 2 bulan
kemudian (tahun 1169 M). Ketika beliau meninggal Shalahuddin (kemenakannya) sedang memangku
jabatan perdana mentri Mesir.[6]
Khalifah menganngkat Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi sebagai perdana menteri dengan
gelar Al-Malik An-Nashir (25 jumadil akhir 564 H/26 maret 1169 M) pada
waktu ia berumur 32 tahun, sambutan pertama atas jabatannya yaitu oleh Nuruddin
Zangi. Setelah menduduki jabatan perdana menteri itu, ia diperintahkan oleh
Nuruddin untuk menghilangkan nama khalifah Al-Adhid dari khotbah Jum’at yang
berarti berakhirnya dinasti Fathimiyah. Meskipun berat dan tampak enggan
akhirnya beliau melakukannya sebagai gantinya, disebut nama Khalifah Abbasiyah
dan mulai sejak itu bendera Abbasiyah mulai berkibar kembali di tanah Mesir.
Khalifah Al-Mustadi 566 H/1175 M-576 H/1180 M. kemudian memberinya gelar
Al-Mu’izz Li Amirul Mu’minin. Sebagai imbalannya pada tahun 570 H atau 1175 M
khalifah menyerahkan Mesir, An-Naubah, Yaman, Palestina, Suriah bagian tengah
dan Magribi (Negeri islam bagian utara) di bawah kekuasaan Shalahuddin yusuf
Al-Ayyubi. Sejak itulah ia dianggap sultan Islam wal Muslimin.[7]
Karena kematian Syirkuh dan digantikan oleh Shalahuddin khalifah Al-Adhid
mempercayakan jabatan menteri kepadanya dan kemudian Shalahuddin menghadapi
tentara salib yang datang dari barat yang mencoba menduduki kota Dimyat untuk
merebut kota Mesir. Shalahuddin menunjukkan keberaniannya menghalau musuh
(tentara salib)[8]Dan
semua peperangan itu berakhir dengan kemenangan /kebeerhasilan tentara muslim
mengalahkan serbuan tentara Crusader
dari Eropa,terkecuali satu hal yang tercatat adalah Shlahuddin sempat
mundur dari peperangan Bettle of
Montgisard melawan Yerussalem.Mundurnya
Shalahuddin tersebut mengakibattkan Raynald Chatllon pimpinan perang dari The holy Land Jerussalem mempropokasi muslim dengan menggu perdagangan dan jalur laut Merah yang digunakan sebagai jalur jamah haji ke Mekkah dan Madinah.Lebih
buruk lagi Raynald mengancam dua kota
suci tersebut, hingga akhirnya
Shalahuddin menyerang kembalI Yerussalem di tahun 1187 M pada perang Bettle of
Hittin,sekaligus mengeksikusi hukuman mati kepada Raynald dan menangkap rajanya
Guy of Lusignan [9]
Datanglah saatnya Shalahuddin tampil ke
tempat paling atas sebagi penguasa Mesir, ketika Khalifah Al-Adhid meninggal
dunia Shalahuddin pun diangkat menjadi penguasa Mesir, tetapi beliau tidak
bersedia menjadi raja pelanjut daulah Fathimiyah. Ia memproklamirkan Mesir
menyatu dengan pemerintah Abbasiyah di Baghdad. Di sini namanya menanjak
sebagai pemersatu dunia islam yang tadinya terpecah menjadi Abbasiyah yang
Sunni dan Fathimiyah yang beralirkan Syi’ah. Shalahuddin secara
berangsur-angsur memperkuat kedudukanya tanpa menimbulkan kecurigaan orang
Mesir dan Nuruddin di Syiria. Dalam program keagamaannya beliau dianggap
sebagai pembaharu di Mesir karena dapat mengembalikan mazhab Sunni, mambangun
Madrasah yang menganut mazhab Syafi’I dan Mazhab Maliki, mengganti Qodhi Syi’ah
dengan Qodhi Sunni, mengganti pemerintah yang korup dan memecat pegawai yang
bersekongkol dengan penjahat dan perampok.[10]
Kota islam yang juga di kuasai pasukan salib yang berpusat di Baitul Maqdis
(Yerussalem)pada hari jum’at pada tanggal 27 rajab 583 H/1187 M berhasil di
bebaskan dengan diadakannya perdmaian yang bersyarat terhadap pasukan salib.
Walau demikian beliau bukanlah orang yang tamak, haus kekayaan dan haus darah.
Hal ini terbukti sejak semula keberangkatannya ke Mesir sebagai sebuah tugas
dari Nuruddin sampai menjadi penguasa yang kuat. Ia bukan tipe orang yang
ambisius. Perang hanya di lakukan sebagai pembelaan dan pertahanan agama baik
secara ajaran maupun politik.[11]
Setelah teguh kedudukannya di panggilah
seluruh kaum keluarga, ayah serta saudara-saudaranya supaya hidup bersamanya di
mesir.
2.
Periode menghadapi Syiria (1174-1186 M)
Karena kedudukannya yang tangguh dan
kuat di Mesir, banyak orang yang cemburu, iri atas kebesarannya. Di sampaikan
berita tersebut kepada Nuruddin bahwa Shalahuddin hendak merampas Mesir dari
kekuasaannya. Maka disiapkan angkatan bersenjata hendak menyerang Mesir
menghajar Shalahuddin. Shalahuddin pun sudah bersiap pula, padahal musuh-musuh
islam sedang menysun kekuatan untuk melanjutkan peperangan dengan merampas
negeri Islam. Namun sebelum hal itu terjadi tiba-tiba Raja Nuruddin (raja Syam)
meninggal pada tahun 569 H/1174 M di damaskus.[12]
Dan dia digantikan oleh putranya yang baru berusia 11 tahun yaitu Malik
As-Saleh yang diperalat oleh anggota keluarga istana separti Gumushtagin.
Shalahuddin mengirim pesan pada Malik menawarkan jasanya dan kesetiaannya.
Bahkan beliau terus menyebut-nyebut nama sang Malik dalam setiap khotbah Jum’at
dan juga mengabdikannya diatas mata uang logam. Malik As-saleh atas nasehat
Gumushtagin beristirahat ke Alleffo dan meninggalkan Damaskus dalam keadaan
terbuka bagi serangan tentara salib jerman. Tentara salib serta merta menge[ung
ibukota dan baru mengundurkan pengepungan itu setelah mendapat upeti yang
besar. Melihat hal ini membuat kemarahan Shalahuddin dan dia segera pergi ke
Damaskus dengan sebuah pasukan kecil dan menguasai kota tersebut. Orang-orang
islam di pihak lain sangat cemas dengan ulah Malik As-Saleh dan mendesak
Shalahuddin untuk memerintah seluruh negeri itu, tetapi Shalahuddin tetap
memerintah atas nama Malik As-Saleh yang masih muda itu. Dan ketika ia meniggal
dunia pada tahun 1181-1182, barulah kekuasaan shalahuddin diakui oleh semua
kedaulatan yang ada di Asia Barat.[13]
Shalahuddin menjadi penguasa Arab terpenting yang mempersatukan Mesir, Syiria,
Mesopotamia dan Yaman untuk melawan tentara salib. Orang Kurdi dan Turkman ikut
bergabung dengan pasukan Shalahuddin yang sangat berpengaruh tersebut. Di tahun
572 H beliau kembali ke Mesir dan diangkatlah Thauran Syah menjadi wali Syam,
dan kalau dia sedang berada di Syam maka wazirnya Baharuddin menjalankan
titahnya di Mesir. Shalahuddin mendirikan benteng Kairo di atas bukit Mukattam
yang paling barat. Tempat ini menjadi pusat pemerintahan dan kubu militer yang
sanggup menangkis serangan luar. Ini adalah rencana beliau untuk menghubungkan
benteng kuno zaman Fathimiyah dan memperluas benteng sehingga memagari letak
kota Pustat sepanjang sungai nil.
3.
Periode berjuang di Palestina (1186-1193
M)
Masa ini digunakan untuk perang suci
melawan tentara salib. Kebijakan Shalahuddin adalah membentuk persatuan Negara
Arab untuk mengusir orang-orang salib. Dalam perang ini Shalahuddin selalu
mengalahkan tentara salib sampai puncaknya menghancurkan mereka di Hittin dekat
Teberias tahun 1187, kemudian dia diikuti dengan penundukan atas Palestina,
Acre(Okka), Nablus, Kaisaria, Jappa, Askolon, Beirut. Pada tahun yang sama
yerussalem juga menyerah, negeri tripolis Antiokh, seluruh pesisir utara Tyra
dikuasai. Perang suci ini disudahi dengan perjanjian di Ramleh dengan
syarat-syarat:
a. Yerussalem
tetap berada di tangan umat Islam dan umat Kristen diizinkan menjalankan ibadah
di tanah suci mereka.
b. Tentara
salib mempertahankan partai Syiria dan Tyre sampai jappa.
c. Umat
islam mengembalikan harta hampasan Kristen kepada Umat Kristen.[14]
Pada tahun 1174 M Shalahuddin
menguasai dan mendirikan dinasti Ayyubiyah. Dinasti ini berkuasa selam 90 tahun
mempunyai 10 orang sultan seperti yang tersebut di bawah ini :
1. Shalahuddin
Yusuf Al-Ayyubi (1174-1193 M)
2. Al-Aziz
bin Shalahuddin (1193-1198 M)
3. Manshur
bin Al-Aziz (1198-1199 M)
4. Al-Adil
I Ahmad bin Ayyub (1199-1218 M)
5. Al-Kamil
I (1218-1238 M)
6. Al-Adil
II (1238-1240 M)
7. Soleh
Najmuddin (1240-1249 M)
8. Muazzham
Tauran bin Soleh (1249-1249 M)
9. Syajarat
Al-Durr istri Malik Soleh (1249-1249 M)
10. Asyraf
bin Yusuf (1249-1250 M).[15]
Dengan demikian Shalahuddin
mempunyai 2 tugas utama sebagai negarawan yang berhasil mendirikan dinasti
Ayyubiyah dan seorang panglima perang salib yang berhasil mengalahkan tentara
salib. Tugas pertama beliau banyak mengadakan pembangunan di seluruh Negara,
membangun Administrasi Negara, membangun ekonomi, perdagangan, memajukan ilmu
pengetahuan, membangun sekolah atau madrasah dan mengembangkan bidang keagamaan
mazhab ahli sunnah. Dan tugas yang kedua yaitu membangun persatuan bangsa Arab
di bawah naungan Abbasiyah di Baghdad untuk menghadapi agresi tentara salib dan
membangun benteng pertahanan di bukit Muqattam. Tidak kurang 10 tahun beliau
menghadapi tentara salib di dalam berbagai pertempuran di Hittin beliau
mencapai kemenangan yang gemilang.[16]
Perang antara tentara islam dengan
tentara salib yang sewaktu-waktu diselingi dengan perdamaian yang sering
dilanggar tentara salib itu mengisi lembaran perjuangan Shalahuddin Yusuf
Al-Ayyubi pertama kali terjadi perang dengan Amalrick I, Raja Yerussalem.
Perang selanjutnya berlangsung dengan Baldwin IV (putra Almarick I) dan
kemudian dengan Raynald de Chatillon penguasa bentenb karak sebelah timur laut
mati. Kemudian dia berperang dengan raja Baldwin V sehingga kota-kota seperti
Tiberias, Nashiroh, samaria, sidon, Beirut, Bathrun, Akka, Ramlah, Gaza,
Hebron, Baitul Maqdis, Bethlehem, Busniayah dan gunung Zaitun jatuh ke
tanggannya pada tahun 583 H/1187 M, setelah Baitul maqdis di kuasai
Shalahuddin, Paus Gregorius mengumandangkan perang salib yang di sambut oleh
raja dan masyarakat Eropa. Perang ini diteruskan oleh Clemen III pengganti
Gregorius. Raja Philip II (raja prancis) dan raja Richad I(raja Inggris
langsung memimpin pasukan yang didahului oleh raja William dari Sicillia,
banyak penguasa lain terlihat dalam peperangan ini seperti raja Guydelusicnan
pangeran Montferrat dan Ratu Sibil.
Peperangan yang memekan waktu
bertahun-tahun itu akhirnya sampai kepada perdamaian walaupun hanya sementara.
Adik raja Richad I dinikahkan dengan adik Shalahuddin yaitu Al-Adil yang
menjadi penguasa Baitul Maqdis.[17]
Dengan kronologis ceritanya seperti ini tentara salib porak-poranda dan lemah
sedang tentara islam makin kuat entah mengapa raja Richad sakit dam minta damai
kepada Shalahuddin, kesempatan ini digunakan Shalahuddin dengan diam-diam
beliau datang ke kemah Richad menyamar sebagai dokter Arab dan mengobatinya
sehingga sembuh, sesudah sembuh perangpun dimulai kembali tetapi mendengat
aba-aba suara Shalahuddin, Richad tertegun, dia mengenali Shalahuddin sebagai
si dokter Arab yang menyembuhkan penyakitnya. Menghadapi kenyataan ini Richad
mengakui dari lubuk hatinya yang paling dalam kebaikan dan keberanian yang luar
biasa dari musuhnya. Maka keduanya mengadakan perdamaian tahun 588 H/1192 M.[18]
setelah peperangan berakhir Shalahuddin menyusup memindahkan pusat
pemeritahannya ke Damaskus, tidak lama setelah itu ia sakit selama 14 hari dan
akhirnya wafat dalam usia 57 tahun setelah memerintah selama 25 tahun, ia tidak
meningggalkan harta kekayaan kecuali hanya beberapa dinar dan dirham. Bekas
kekuasaannya dibagi-bagikan kepada anak dan saudaranya.[19]
Untuk mengabdikan perdamaian itu
Richad yanga sangat kagum terhadap Shalahuddin, ia mengawinkan saudara
perempuannya dengan Al-Malik Al-Adil saudara Shalahuddin yang menggantikannya.
Perkawinan dilangsungkan di Palestina harapannya adalah sebagai hari akhir
permusuhan Kristen dan Islam tetapi sayang rancana Richad ini tidak didukung
oleh Paus dan dia justru dikutuk dan di kucilkan dan perang salib tetap di
lanjutkan.[20]
Cerita
Tentang Beberapa Perang Salib Yang Dikomandani oleh Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi:
Perang Hittin
Para sejarawan
menilai bahwa perang Hittin adalah pintu yang dibuka Allah bagi kaum muslimin
untuk memasuki Al-Quds. Diantara sebab terpenting pemicu perang Hittin adalah
bahwa bernas Raja Al-Kurk adalah raja yang jahat ia sering mengganggu kaum
muslimin yang ingin berhaji ke Mekkah. Ia menyerang mereka dan menawannya
dengan tiba-tiba baik dari pulang atau kepergian mereka. Pada tahun 582 H/1187
M saudara perempuan Shalahuddin dan anaknya Husamuddin bermaksud menunaikan haji
ke Mekkah, timbul dalam benak Shalahuddin bahwa Bernas pasti akan mencegat
rombongan haji tersebut ketika pulang. Kemudian Shalahuddin keluar di
penghujung bulan muharram dengan pasukannya, peristiwa tersebut terjadi pada
hari sabtu tahun 583 H. ia berjalan sampai ke Ra’sul Ma’ dan disitu anaknya,
Al-Afdhol berhenti dengan pasukannya sedangkan sultan Shalahuddin sendiri
melanjutkan perjalanan dengan sisa pasukannya dan berhenti di Shirri dan
membuat kemah di Qash Abu Salam, ia menunggu rombongan kedatangan haji termasuk
saudara perempuan dan anaknya. Rombongan haji tersebut berjalan mulus tanpa
mendapatkan cegatan. Sedangkan Shalahuddin tidak mengendorkan semangatnya untuk
menghukum Bernas. Ia terus berjalan menuju Al-Kurk dan memotong pepohonan yang
ada di sekitarnya dan memakan buah-buahanya.
Sultan Shalahuddin telah bersiap
untuk menyerbu Pranacis, ia didukung 12.000 mujahid muslim belum termasuk suka
relawan. Tentara-tentara salib mengetahui rencana Shalahuddin kemudian mereka
bersatu dan berdamai diantara mereka kemudian bertekad menghadapi pasukan
muslimin, mereka membawa salib dan meminta pertolongan kepada salib tersebut.
Jumlah mereka mencapai 50.000 personal dari persi lain mengatakan 63.000
personal. Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi dan pasukannya berhasil menaklukan
Thibriyah dan menguasai apa saja yang ada di dalamnya mulai dari perhiasan,
makanan dan semua yang dibutuhkan tentara. Ia membangun benteng di dalamnya
kemudian ia tinggalkan dan bergerak menuju Bahriyah dan menguasainya juga. Ia
putuskan antara musuh dan Bahriyah sehingga tidak bisa berlindung dengannya.
Kemudian Sultan Shalahuddin bertolak menuju Hittin, sedangkan pihak musuh juga
tiba di Hittin. Raja-raja mereka ikut langsung guna memimpin perang. Ada raja
Akka Kafarnika Nashirah, Shaur dan raja-raja lainnya. Pada pagi hari sabtu pada
tanggal 25 Rabbi’ul Akhir pada tahun yang sama kedua pasukan sama-sama
berhadapan. Matahari terbit dan sinarnya panas membakar kulit, tentara salib
bermarkas di tempat yang banyak rumput keringnya. Kemudian Shalahuddin
memerintahkan pasukan Nafathah (pasukan pelempar muinyak) bersiap diri kemudian
menghujani pasukan salib dengan potongan kain yang menyala seperti bom dan
membakar rumput-rumput kering yang ada di bawah telapak kaki kuda mereka.
Jadinya mereka diserang oleh panasnya sengatan matahari, panasnya haus,
panasnya api dan panasnya senjata serta panah. Selanjutnya Sultan Shalahuddin
memerintahkan pasukannya untuk meneriakkan takbir dan bersabar. Mereka bersabar
dan akhirnya Allah memberikan pertolongan kepada mereka pada hari itu juga kaum
muslimin berhasil membunuh tentara salib sebanyak 30.000 serta menawan 30.000
tentara andalan dan pasukan Kaveleri, termasuk yang tertawan adalah seluruh
raja-raja Kristen. Perang Hittin berakhir Sultan memanjatkan puji dan syukur
kepada Allah atas kemenangan yang gemilang ini. Kemudia ia menyuruh pasukannya
membuat tenda besar yang di pasang di dalamnya singgasana raja disebelah kanan
kirinya dihias karangan bunga kemudian sultan duduk diatas singgasana tersebut.
Ia minta para tawanan di bawa kehadapannya dalam keadaan terikat kemudian ia
suruh memenggal leher beberapa tawanan perang di hadapannya dengan disaksikan
raja-rajanya. Dan dia pun memenggal kepala Bernas (raja yang jahat) dan dikirim
kepada raja-raja dikemahnya dengan berkata: “ini disebabkan karena ia dulu
melecehkan Rasulullah SAW”. Dia pun mengirim kepala para terbunuh dan sisa
tawanan perang serta salib ke Damaskus untuk di simpan di bentengnya dan
memasang salib dengan terbalik. Setelah meninggalkan kesan yang mengerikan ini
Shalahuddin pulank ke Thibriyah dan menaklukan bentengnya, ia mengepung Akka
hingga menyerahkan kepalanya. Shalahuddin Al-Ayyubi membuat tentara-tentara
salib ketakutan dan menyerahkan satu persatu wilayah musuh tanpa perlawanan yang
berarti. Bagi yang tidak menyerahkan wilayahnya secara baik-baik maka kaum
muslimin menaklukannya dengan pedang seperti: Majdul Baba, Nashirah, Qaisariah,
Yafa, Shafuriyah, Ma’lasya dan Ghaulah. Kemudian Shalahuddin melanjutkan
penaklukannya terhadap wilayah-wilayah yang tadinya dikuasai tentara-tentara
Kristen seperti: Shaida, Beirut, Asqalan, Ramlah, Gaza, Betlehem, Bait Jibril
dan Nathrun.[21]
Penaklukan Al-quds :
Setelah berakhirnya penaklukan
terhadap wilayah-wilayah yang telah disebutkan tadi selesai pada akhir bulan
Robbi’ul Akhir tahun 583 H. sultan Ayyubi mempesiapkan pasukannya lebih matang
untuk penaklukan Al-Quds. Berita ini disambut antusias oleh kaum muslimin,
banyak dari kalangan ulaml dan orang-orang bergabung dengan sukarela dalam
pasukan Shalahuddin yang akan merebut kembali Al-Quds. Pada hari Ahad tanggal
15 Rajab 583 H/1187 M sultan Shalahuddin dan pasukannya tiba di sebelah Barat
Baytul Maqdis, mereka terkejut karena Baytul Maqdis telah diblokede pihak
musuh. Pasukan Shalahuddin Al-Ayyubi berjumlah 60.000 lebih, mereka disana
berada selama 5 hari dan pindah ke Syam karena medannya relative luas, maka
dengan kondisi itu memungkinkan mengalahkan pasukan musuh.
Persatuan kaum muslimin diketahui
pasukan salib kemudian mereka mempersiapkan diri untuk perang dan kedua pasukan
bertemu, kemudian perang antara keduanya meletus dengan hebatnya, pasukan salib
bertempur dengan titik darah terakhir guna mempertahankan tempat-tempat suci
mereka. Pada perang kali ini mereka disaksikan sejumlah gubernur dan pejaabat
tinggi militernya, hal ini membuat darah kaum muslimin mendidih. Para amir dan
orang-orang soleh merasa terlecut semangatnya. Perang semakin hebat, gugurnya
para syuhada menambah kekuatan mujahidin untuk melanjutkan menghancurkan
kekuatan lawan, mereka memasang senjata andalannya yaitu Manjaniq dan mereka
serang kota Baytul maqdis dengan Manjaniq tersebut.
Kaum muslimin melihat banyak sekali
salib yang dipasang di dinding-dinding kota dan salib yang terbesar di letakkan
di Qubbatush Sakhra. Melihat itu semangat kaum muslimin semakin membara untuk
bertempur dan membangkitkan gairah Islam dalam dada mereka. Sedangkan Sultan
Shalahuddin Al-Ayyubi bergerak menuju arah timur dari sisi utara benteng
kemudian melubanginya dan membakarnya. Akhirnya benteng istana ambruk dengan
disaksikan langsung oleh pasukan salib. Mereka yakin dengan ambruknya benteng
pertahanannya tibalah kehancurannya. Mereka ingat apa yang mereka lakukan
kepada kaum muslimin ketika mereka menaklukan Baytul Maqdis[22]
(diceritakan dalam sejarah bahwa seluruh umat muslim yang ada di Baytul Maqdis
di bantai dengan ganas dan tidak berperikemanusiaan, hampir tidak ada satu pun
umat muslim yang hidup pada saat mereka menjajah Baytul Maqdis. Diceritakan
juga bahwa seluruh umat muslim disana yang dibantai tersebut darahnya
membanjiri kota itu dan juga bagian-bagian tubuh yang berserakan di
jalanan-jalanan dengan keadaan yang mengerikan antara tangan, kepala, kaki, dan
seluruh anggota tubuh tidak ada yang menyatu pada bagian tubuh seperti halnya
manusia. Akibat dari pembantaian itu lebih dari 70.000 umat islam binasa.
Demikianlah gambaran singkat keganasan dan kekejaman pasukan salib saat itu.)[23]
Dalam posisi terdesak para panglima
perang salib menemui Sultan dan memoho jaminan dan keamanan kepadanya dengan
konsekuensi mereka keluar dari Baytul Maqdis dan menyerahkannya pada pasukan
Muslim. Namun Sultan Shalahuddin sudah terlanjur benci kepada mereka karena
perlakuan mereka terhadap kaum muslimin ketika mereka merebut Baytul Maqdis.
Raja Baytul Maqdis namanya Balban bin Barzan ikut dalam peperangan ini kemudian
menulis surat pada sultan Shalahuddin meminta jaminan keamanan. Shalahuddin pun
tetap bersikeras tidak mengabulkan permintaannya. Melihat penolakan itu raja
Baytul Maqdis menemui Sultan dan merayunya agar mengabulkan permohonannya.
Sultan Tetap pada pendiriannya dengan menolak permintaan raja tersebut.
Kemudian raja Baytul Maqdis berkata “kalau anda tidak mau memberi jaminan kepada kami, maka kami akan pulang
kemudian membunuh tawanan perang kaum muslimin yang jatuh ditangan kami. Perlu
anda ketahui bahwa jumlah pasukan anda yang tertawan oleh pasukan kami kurang
lebih empat ribu personel. Selain itu kami akan bunuh budak-budak kami,
anak-anak dan istri-istri kami. rumah-rumah dan tempat-tempat indah akan kami
bumiratakan dengan tanah, harta akan kekayaan kami akan kami rusak. Dan kubah
Shakhrh (kubah batu) akan kami hancurkan dan apa saja yang kami bakar akan kami
bakar. Selanjutnya kami baru keluar dan melanjutkan pertempuran dengan mati-matian.
Bukan hal yang mustahil kalau kami menghancurkan apa saja, tidak ada lagi arti
kehidupan bagi kami setelah itu dan setiap orang dari kami tidak mati sebelum
berhasil membunuh jumlah yang banyak dari kalian dan setelah itu tidak ada lagi
kebaikan yang bisa di harapkan”. Mendengar pernyataan itu yang menghujam
kedalam dada sultan Shalahuddin Al-Ayyubi karena ia khawatir akibat buruk akan
menimpanya dengan banyak kerugian besar yang akan dialami kaum muslimin serta
nasib 4.000 pasukan yang tertawan amat memprihatinkan. Akhirnya ia memutuskan
untuk berdamai dan memberi jaminan kepada mereka.
Sultan Shalahuddin menetap di
Al-Quds sejak hari penaklukannya sampai dengan tanggal 25 rajab (kira-kira
sebulan). Ia menertibkan urusan agama, menginstruksikan pembangunan rumah,
untuk orang-orang miskin dan sekolah-sekolah untuk pengajaran mazhab Syafi’I
yang dia anut. Kaum muslimin menunaikan shalat Jum’at pada tanggal 4
sya’ban/8hari setelah penaklukannya dan sultan Shalahuddin menunjuk Hakim
Muhyiddin bin Zakki sebagai Khotib mesjid Aqso.[24]
DAFTAR
PUSTAKA
·
http://m0emets.blogspot.com/2007/11/salahudin-al-ayubi.html.
·
Azyumardi Azra. Ensikliopedi Islam.
Pt Ikhtiar Baru van hoeve. Jakarta . 2005.
·
Syeh Muhammad Said Mursi. Tokoh Besar
Islam Sepanjang Sejarah. Pustaka Al-Kautsar : Jakarta. 2007 .
·
Hj.Musyrifah Sunanto,sejarah klasik islam,Prenada
Media.Jakarta.2000.
·
KH.Jamil Ahmad,sertus muslim terkemuka,Pustaka
Firdaus,Jakarta.2000.
·
Hasan Ibrahim Hasan. Sejarah dan
Kebudayaan Islam. kota Kembang : Yogyakarta. 1989.
·
H. Zainal Abidin Ahmad. Sejarah Islam
dan Ummatnya. Bulan Bintang : Jakarta jilid 5. 1979.
·
Muhammad Sayyid Al-Walid, Wajah Dunia
Islam. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta cet.1. 1998.
·
Abu Suud. Islamologi. PT Rineka
Cipta : Jakarta. Cet 1. 2003.
[1] http://m0emets.blogspot.com/2007/11/salahudin-al-ayubi.html
[2] Azyumardi Azra. Ensikliopedi
Islam. Pt Ikhtiar Baru van hoeve. Jakarta
. 2005. H. 118
[3]Syeh Muhammad Said Mursi. Tokoh
Besar Islam Sepanjang Sejarah. Pustaka Al-Kautsar : Jakarta .
2007 h. 223
[4] Azymardi Azra. Op. cit.
[5]
Hj.Musyrifah Sunanto,sejarah klasik islam,Prenada Media.Jakarta.2000.H.471
[6]KH.Jamil Ahmad,sertus muslim
terkemuka,Pustaka Firdaus,Jakarta.2000.H.471
[7] Azymardi Azra. Op. cit. h. 119
[8] Hj. Musyrifah Sunonto. Op. cit.
[9] Abu Suud. Islamologi. PT
Rineka Cipta : Jakarta .
Cet 1. 2003 h.
[10]. Azyumardi Azra. Ensikliopedi
Islam. Pt Ikhtiar Baru van hoeve. Jakarta
. 2005. H. 119
[11] Ibid.
[12] Hj. Musyrifah Sunonto. Op. cit h.
149
[13] KH.Jamil Ahmad. Op.cit. h. 471
[14] Hasan Ibrahim Hasan. Sejarah
dan Kebudayaan Islam. kota Kembang : Yogyakarta . 1989. H. 287
[15] H. Zainal Abidin Ahmad. Sejarah
Islam dan Ummatnya. Bulan Bintang : Jakarta
. 1979 jilid 5. H. 123
[16] Ibid
[17] Azyumardi Azra. Op.cit. h. 120
[18] Hj. Musyrifah Sunonto. Op. cit h.
153
[19] Azyumardi Azra. Ensikliopedi
Islam. Pt Ikhtiar Baru van hoeve. Jakarta
. 2005. H. 120
[20] Hj. Musyrifah Sunonto. Op. cit h.
153
[21] Muhammad Sayyid Al-Walid, Wajah
Dunia Islam. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta
cet.1. 1998. H. 195-198
[22] Ibid h. 200
[23] KH.Jamil Ahmad,sertus muslim
terkemuka,Pustaka Firdaus,Jakarta.2000.H. 473
[24] Muhammad Sayyid Al-Walid, Wajah
Dunia Islam. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta
cet.1. 1998. H.200-203
Tidak ada komentar:
Posting Komentar