Minggu, 28 Juni 2015

BIOGRAFI SALAHUDIN YUSUF AL-AYUBI

BIOGRAFI SALAHUDIN YUSUF AL-AYUBI
            Shalahudin Al-Ayubi terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tirkit (140km barat laut kota Baghdad) dekat sungai Trigis pada tahun 1137 M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar di Damaskus di lingkungan snggota dinasti Zangid yang memerintah Syiria, yaitu Nur Ad-Din atau Nuruddin Zangi.Shalahudin Al-Ayubi atau tepatnya Sholahudin Yusuf bin Ayyub, Salah Ad-Din Ibn Ayyub atau Saladin/salahadin (menurut lafal orang barat) adalah salah satu pahlawan besar dalam tharikh (sejarah Islam). Satu konsep dan budaya dari pahlawan perang ini adalah perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW yang kita kenal dengan sebutan maulud atau mauled, berasal dari kata milad yang artinya tahun, bermakna seperti pada istilah ulang tahun. Selain belajar  islam,Shalahuddin pun mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Assadin Shirkuh,seorang panglima pereng Turki SaljukKekhalifahan bersama dengan pamannya Shalahuddin menguasai Mesir,dan memposisikan Sultan terkhir dari kekhalifahan Fathimiyah(Turunan dari Fathimah ,Putri Nabi Muhammad SAW).[1].
Dalam referensi lain menyebutkan seperti ini. Shalahuddin dilahirkan pada tahun 532 H/1138 M di daerah Takrier (Iraq bagian utara) dan wafat pada tahun 589 H/1193 M, beliau putra dari Najmuddin bin Ayyub (tidak ditemukan nama ibunya).[2] Dalam referensi lain di katakana bahwa Nama lengkapnya adalah Yusuf bin Ayyub bin Syadzi dengan nama panggilannya adalah Abu Al-Muzhffar dan julukannya yaitu Malik An-Nashier (raja yang selalu menang).[3] Orang-orang eropa menyebutnya “saladin” (pahlawan perang salib dari keluarga Ayyubiyah suku Kurdi). Ayahnya ditunjuk sebagai Gubernur Suriah oleh Nuruddin Zangi (Raja Syam) sebagai pemimpin garnisun di Baal Bek. Pendidikan dan masa muda Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi kurang dikenal oleh masyarakat. Ia senang berdiskusi ilmu kalam, ilmu fikih, Al-Qur’an dan Hadits. Ketika Nuruddin Zangi menguasai Damaskus, ayahnya memperkenalkannya kepada Nuruddin, ia pun kemudian muncul di depan public dan di kenal masyarakat menjelang keberangkatannya ke Mesir untuk menyertai pamannya (Asaduddin Syirkah Komandan Pasukan Syam) dalam suatu ekspedisi militer.[4]
Daulah Fathimiyah waktu itu telah lemah tidak sanggup menghadapi tentara salib yang hendak menguasai dunia Islam. Rajanya Al-Adhid Lidinillah telah tua dan sakit, meminta bantuan kepada Nuruddin Zangi (raja syam). Nuruddin pun mengutus Shalahuddin keponakanya membawa angkatan bersenjata untuk membantu mesir . dalam perjuangannya beliau berhasil sehingga kemudian menjadi Sultan di mesir sebagai pendiri dinasti Ayyubiyah..
Perjuangan Shalahudin sampai menjadi sultan dapat dibagi menjadi 3 periode;
1.       Periode berjuang di mesir
Beliau muncul pertama kali sebagai prajurit biasa di mesir pada tahun 556H/1164M sewaktu umurnya 27 tahun.ketika itu Nuruddin Zangi (pamanya) mengirim angkatan bersenjata yang terdiri dari suku Kurdi dan Turkuman di bawah pimpinan Shirkuh di bantu oleh  banyak staf komando,Shalahuddin salah satunya.Tentaranya diminta untuk menyerang Tyre agar bisa mengalihkan serangan tentara salib dari Mesir.Permintaanitu membuat  Nuruddin campur tangan  dalam urusan Mesir dan menjadi tahu  bahwa Mesir telah lemah menghadapi tentara salib dan member kesempatan kepada Shalahuddin sebagai wakil untuk menguasai Mesir. [5]
Pada  tanggal 8 januari 1169 M,Shirkuh tiba di Kairo dan ditunjuk sebagai mentri serta panglima oleh khalifah Fathimiyah (Al-Adhid). Ini untuk pertama kalinya keluarga Al-Ayyubi menjadi perdana menteri Namun Shirkuh tidak ditakdirkan untuk menikmati buah usahanya cukup lama.Ia meningggal 2 bulan kemudian (tahun 1169 M). Ketika beliau meninggal  Shalahuddin (kemenakannya) sedang memangku jabatan  perdana mentri Mesir.[6] Khalifah menganngkat Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi sebagai perdana menteri dengan gelar Al-Malik An-Nashir  (25  jumadil akhir 564 H/26 maret 1169 M) pada waktu ia berumur 32 tahun, sambutan pertama atas jabatannya yaitu oleh Nuruddin Zangi. Setelah menduduki jabatan perdana menteri itu, ia diperintahkan oleh Nuruddin untuk menghilangkan nama khalifah Al-Adhid dari khotbah Jum’at yang berarti berakhirnya dinasti Fathimiyah. Meskipun berat dan tampak enggan akhirnya beliau melakukannya sebagai gantinya, disebut nama Khalifah Abbasiyah dan mulai sejak itu bendera Abbasiyah mulai berkibar kembali di tanah Mesir. Khalifah Al-Mustadi 566 H/1175 M-576 H/1180 M. kemudian memberinya gelar Al-Mu’izz Li Amirul Mu’minin. Sebagai imbalannya pada tahun 570 H atau 1175 M khalifah menyerahkan Mesir, An-Naubah, Yaman, Palestina, Suriah bagian tengah dan Magribi (Negeri islam bagian utara) di bawah kekuasaan Shalahuddin yusuf Al-Ayyubi. Sejak itulah ia dianggap sultan Islam wal Muslimin.[7] Karena kematian Syirkuh dan digantikan oleh Shalahuddin khalifah Al-Adhid mempercayakan jabatan menteri kepadanya dan kemudian Shalahuddin menghadapi tentara salib yang datang dari barat yang mencoba menduduki kota Dimyat untuk merebut kota Mesir. Shalahuddin menunjukkan keberaniannya menghalau musuh (tentara salib)[8]Dan semua peperangan itu berakhir dengan kemenangan /kebeerhasilan tentara muslim mengalahkan serbuan  tentara Crusader dari Eropa,terkecuali satu hal yang tercatat adalah Shlahuddin sempat mundur  dari peperangan Bettle of Montgisard melawan  Yerussalem.Mundurnya Shalahuddin tersebut mengakibattkan Raynald Chatllon pimpinan perang dari  The holy Land Jerussalem mempropokasi  muslim dengan menggu  perdagangan dan jalur laut Merah  yang digunakan sebagai  jalur jamah haji ke Mekkah dan Madinah.Lebih buruk lagi Raynald mengancam dua kota  suci  tersebut, hingga akhirnya Shalahuddin menyerang kembalI Yerussalem di tahun 1187 M pada perang Bettle of Hittin,sekaligus mengeksikusi hukuman mati kepada Raynald dan menangkap rajanya Guy of Lusignan [9]
Datanglah saatnya Shalahuddin tampil ke tempat paling atas sebagi penguasa Mesir, ketika Khalifah Al-Adhid meninggal dunia Shalahuddin pun diangkat menjadi penguasa Mesir, tetapi beliau tidak bersedia menjadi raja pelanjut daulah Fathimiyah. Ia memproklamirkan Mesir menyatu dengan pemerintah Abbasiyah di Baghdad. Di sini namanya menanjak sebagai pemersatu dunia islam yang tadinya terpecah menjadi Abbasiyah yang Sunni dan Fathimiyah yang beralirkan Syi’ah. Shalahuddin secara berangsur-angsur memperkuat kedudukanya tanpa menimbulkan kecurigaan orang Mesir dan Nuruddin di Syiria. Dalam program keagamaannya beliau dianggap sebagai pembaharu di Mesir karena dapat mengembalikan mazhab Sunni, mambangun Madrasah yang menganut mazhab Syafi’I dan Mazhab Maliki, mengganti Qodhi Syi’ah dengan Qodhi Sunni, mengganti pemerintah yang korup dan memecat pegawai yang bersekongkol dengan penjahat dan perampok.[10] Kota islam yang juga di kuasai pasukan salib yang berpusat di Baitul Maqdis (Yerussalem)pada hari jum’at pada tanggal 27 rajab 583 H/1187 M berhasil di bebaskan dengan diadakannya perdmaian yang bersyarat terhadap pasukan salib. Walau demikian beliau bukanlah orang yang tamak, haus kekayaan dan haus darah. Hal ini terbukti sejak semula keberangkatannya ke Mesir sebagai sebuah tugas dari Nuruddin sampai menjadi penguasa yang kuat. Ia bukan tipe orang yang ambisius. Perang hanya di lakukan sebagai pembelaan dan pertahanan agama baik secara ajaran maupun politik.[11]
Setelah teguh kedudukannya di panggilah seluruh kaum keluarga, ayah serta saudara-saudaranya supaya hidup bersamanya di mesir.
2.      Periode menghadapi Syiria (1174-1186 M)
            Karena kedudukannya yang tangguh dan kuat di Mesir, banyak orang yang cemburu, iri atas kebesarannya. Di sampaikan berita tersebut kepada Nuruddin bahwa Shalahuddin hendak merampas Mesir dari kekuasaannya. Maka disiapkan angkatan bersenjata hendak menyerang Mesir menghajar Shalahuddin. Shalahuddin pun sudah bersiap pula, padahal musuh-musuh islam sedang menysun kekuatan untuk melanjutkan peperangan dengan merampas negeri Islam. Namun sebelum hal itu terjadi tiba-tiba Raja Nuruddin (raja Syam) meninggal pada tahun 569 H/1174 M di damaskus.[12] Dan dia digantikan oleh putranya yang baru berusia 11 tahun yaitu Malik As-Saleh yang diperalat oleh anggota keluarga istana separti Gumushtagin. Shalahuddin mengirim pesan pada Malik menawarkan jasanya dan kesetiaannya. Bahkan beliau terus menyebut-nyebut nama sang Malik dalam setiap khotbah Jum’at dan juga mengabdikannya diatas mata uang logam. Malik As-saleh atas nasehat Gumushtagin beristirahat ke Alleffo dan meninggalkan Damaskus dalam keadaan terbuka bagi serangan tentara salib jerman. Tentara salib serta merta menge[ung ibukota dan baru mengundurkan pengepungan itu setelah mendapat upeti yang besar. Melihat hal ini membuat kemarahan Shalahuddin dan dia segera pergi ke Damaskus dengan sebuah pasukan kecil dan menguasai kota tersebut. Orang-orang islam di pihak lain sangat cemas dengan ulah Malik As-Saleh dan mendesak Shalahuddin untuk memerintah seluruh negeri itu, tetapi Shalahuddin tetap memerintah atas nama Malik As-Saleh yang masih muda itu. Dan ketika ia meniggal dunia pada tahun 1181-1182, barulah kekuasaan shalahuddin diakui oleh semua kedaulatan yang ada di Asia Barat.[13] Shalahuddin menjadi penguasa Arab terpenting yang mempersatukan Mesir, Syiria, Mesopotamia dan Yaman untuk melawan tentara salib. Orang Kurdi dan Turkman ikut bergabung dengan pasukan Shalahuddin yang sangat berpengaruh tersebut. Di tahun 572 H beliau kembali ke Mesir dan diangkatlah Thauran Syah menjadi wali Syam, dan kalau dia sedang berada di Syam maka wazirnya Baharuddin menjalankan titahnya di Mesir. Shalahuddin mendirikan benteng Kairo di atas bukit Mukattam yang paling barat. Tempat ini menjadi pusat pemerintahan dan kubu militer yang sanggup menangkis serangan luar. Ini adalah rencana beliau untuk menghubungkan benteng kuno zaman Fathimiyah dan memperluas benteng sehingga memagari letak kota Pustat sepanjang sungai nil.
3.      Periode berjuang di Palestina (1186-1193 M)
            Masa ini digunakan untuk perang suci melawan tentara salib. Kebijakan Shalahuddin adalah membentuk persatuan Negara Arab untuk mengusir orang-orang salib. Dalam perang ini Shalahuddin selalu mengalahkan tentara salib sampai puncaknya menghancurkan mereka di Hittin dekat Teberias tahun 1187, kemudian dia diikuti dengan penundukan atas Palestina, Acre(Okka), Nablus, Kaisaria, Jappa, Askolon, Beirut. Pada tahun yang sama yerussalem juga menyerah, negeri tripolis Antiokh, seluruh pesisir utara Tyra dikuasai. Perang suci ini disudahi dengan perjanjian di Ramleh dengan syarat-syarat:
a.       Yerussalem tetap berada di tangan umat Islam dan umat Kristen diizinkan menjalankan ibadah di tanah suci mereka.
b.      Tentara salib mempertahankan partai Syiria dan Tyre sampai jappa.
c.       Umat islam mengembalikan harta hampasan Kristen kepada Umat Kristen.[14]
            Pada tahun 1174 M Shalahuddin menguasai dan mendirikan dinasti Ayyubiyah. Dinasti ini berkuasa selam 90 tahun mempunyai 10 orang sultan seperti yang tersebut di bawah ini :
1.      Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1174-1193 M)
2.      Al-Aziz bin Shalahuddin (1193-1198 M)
3.      Manshur bin Al-Aziz (1198-1199 M)
4.      Al-Adil I Ahmad bin Ayyub (1199-1218 M)
5.      Al-Kamil I (1218-1238 M)
6.      Al-Adil II (1238-1240 M)
7.      Soleh Najmuddin (1240-1249 M)
8.      Muazzham Tauran bin Soleh (1249-1249 M)
9.      Syajarat Al-Durr istri Malik Soleh (1249-1249 M)
10.  Asyraf bin Yusuf (1249-1250 M).[15]
            Dengan demikian Shalahuddin mempunyai 2 tugas utama sebagai negarawan yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah dan seorang panglima perang salib yang berhasil mengalahkan tentara salib. Tugas pertama beliau banyak mengadakan pembangunan di seluruh Negara, membangun Administrasi Negara, membangun ekonomi, perdagangan, memajukan ilmu pengetahuan, membangun sekolah atau madrasah dan mengembangkan bidang keagamaan mazhab ahli sunnah. Dan tugas yang kedua yaitu membangun persatuan bangsa Arab di bawah naungan Abbasiyah di Baghdad untuk menghadapi agresi tentara salib dan membangun benteng pertahanan di bukit Muqattam. Tidak kurang 10 tahun beliau menghadapi tentara salib di dalam berbagai pertempuran di Hittin beliau mencapai kemenangan yang gemilang.[16]
            Perang antara tentara islam dengan tentara salib yang sewaktu-waktu diselingi dengan perdamaian yang sering dilanggar tentara salib itu mengisi lembaran perjuangan Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi pertama kali terjadi perang dengan Amalrick I, Raja Yerussalem. Perang selanjutnya berlangsung dengan Baldwin IV (putra Almarick I) dan kemudian dengan Raynald de Chatillon penguasa bentenb karak sebelah timur laut mati. Kemudian dia berperang dengan raja Baldwin V sehingga kota-kota seperti Tiberias, Nashiroh, samaria, sidon, Beirut, Bathrun, Akka, Ramlah, Gaza, Hebron, Baitul Maqdis, Bethlehem, Busniayah dan gunung Zaitun jatuh ke tanggannya pada tahun 583 H/1187 M, setelah Baitul maqdis di kuasai Shalahuddin, Paus Gregorius mengumandangkan perang salib yang di sambut oleh raja dan masyarakat Eropa. Perang ini diteruskan oleh Clemen III pengganti Gregorius. Raja Philip II (raja prancis) dan raja Richad I(raja Inggris langsung memimpin pasukan yang didahului oleh raja William dari Sicillia, banyak penguasa lain terlihat dalam peperangan ini seperti raja Guydelusicnan pangeran Montferrat dan Ratu Sibil.
            Peperangan yang memekan waktu bertahun-tahun itu akhirnya sampai kepada perdamaian walaupun hanya sementara. Adik raja Richad I dinikahkan dengan adik Shalahuddin yaitu Al-Adil yang menjadi penguasa Baitul Maqdis.[17] Dengan kronologis ceritanya seperti ini tentara salib porak-poranda dan lemah sedang tentara islam makin kuat entah mengapa raja Richad sakit dam minta damai kepada Shalahuddin, kesempatan ini digunakan Shalahuddin dengan diam-diam beliau datang ke kemah Richad menyamar sebagai dokter Arab dan mengobatinya sehingga sembuh, sesudah sembuh perangpun dimulai kembali tetapi mendengat aba-aba suara Shalahuddin, Richad tertegun, dia mengenali Shalahuddin sebagai si dokter Arab yang menyembuhkan penyakitnya. Menghadapi kenyataan ini Richad mengakui dari lubuk hatinya yang paling dalam kebaikan dan keberanian yang luar biasa dari musuhnya. Maka keduanya mengadakan perdamaian tahun 588 H/1192 M.[18] setelah peperangan berakhir Shalahuddin menyusup memindahkan pusat pemeritahannya ke Damaskus, tidak lama setelah itu ia sakit selama 14 hari dan akhirnya wafat dalam usia 57 tahun setelah memerintah selama 25 tahun, ia tidak meningggalkan harta kekayaan kecuali hanya beberapa dinar dan dirham. Bekas kekuasaannya dibagi-bagikan kepada anak dan saudaranya.[19]
            Untuk mengabdikan perdamaian itu Richad yanga sangat kagum terhadap Shalahuddin, ia mengawinkan saudara perempuannya dengan Al-Malik Al-Adil saudara Shalahuddin yang menggantikannya. Perkawinan dilangsungkan di Palestina harapannya adalah sebagai hari akhir permusuhan Kristen dan Islam tetapi sayang rancana Richad ini tidak didukung oleh Paus dan dia justru dikutuk dan di kucilkan dan perang salib tetap di lanjutkan.[20]
Cerita Tentang Beberapa Perang Salib Yang Dikomandani oleh Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi:
Perang Hittin
            Para sejarawan menilai bahwa perang Hittin adalah pintu yang dibuka Allah bagi kaum muslimin untuk memasuki Al-Quds. Diantara sebab terpenting pemicu perang Hittin adalah bahwa bernas Raja Al-Kurk adalah raja yang jahat ia sering mengganggu kaum muslimin yang ingin berhaji ke Mekkah. Ia menyerang mereka dan menawannya dengan tiba-tiba baik dari pulang atau kepergian mereka. Pada tahun 582 H/1187 M saudara perempuan Shalahuddin dan anaknya Husamuddin bermaksud menunaikan haji ke Mekkah, timbul dalam benak Shalahuddin bahwa Bernas pasti akan mencegat rombongan haji tersebut ketika pulang. Kemudian Shalahuddin keluar di penghujung bulan muharram dengan pasukannya, peristiwa tersebut terjadi pada hari sabtu tahun 583 H. ia berjalan sampai ke Ra’sul Ma’ dan disitu anaknya, Al-Afdhol berhenti dengan pasukannya sedangkan sultan Shalahuddin sendiri melanjutkan perjalanan dengan sisa pasukannya dan berhenti di Shirri dan membuat kemah di Qash Abu Salam, ia menunggu rombongan kedatangan haji termasuk saudara perempuan dan anaknya. Rombongan haji tersebut berjalan mulus tanpa mendapatkan cegatan. Sedangkan Shalahuddin tidak mengendorkan semangatnya untuk menghukum Bernas. Ia terus berjalan menuju Al-Kurk dan memotong pepohonan yang ada di sekitarnya dan memakan buah-buahanya.
            Sultan Shalahuddin telah bersiap untuk menyerbu Pranacis, ia didukung 12.000 mujahid muslim belum termasuk suka relawan. Tentara-tentara salib mengetahui rencana Shalahuddin kemudian mereka bersatu dan berdamai diantara mereka kemudian bertekad menghadapi pasukan muslimin, mereka membawa salib dan meminta pertolongan kepada salib tersebut. Jumlah mereka mencapai 50.000 personal dari persi lain mengatakan 63.000 personal. Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi dan pasukannya berhasil menaklukan Thibriyah dan menguasai apa saja yang ada di dalamnya mulai dari perhiasan, makanan dan semua yang dibutuhkan tentara. Ia membangun benteng di dalamnya kemudian ia tinggalkan dan bergerak menuju Bahriyah dan menguasainya juga. Ia putuskan antara musuh dan Bahriyah sehingga tidak bisa berlindung dengannya. Kemudian Sultan Shalahuddin bertolak menuju Hittin, sedangkan pihak musuh juga tiba di Hittin. Raja-raja mereka ikut langsung guna memimpin perang. Ada raja Akka Kafarnika Nashirah, Shaur dan raja-raja lainnya. Pada pagi hari sabtu pada tanggal 25 Rabbi’ul Akhir pada tahun yang sama kedua pasukan sama-sama berhadapan. Matahari terbit dan sinarnya panas membakar kulit, tentara salib bermarkas di tempat yang banyak rumput keringnya. Kemudian Shalahuddin memerintahkan pasukan Nafathah (pasukan pelempar muinyak) bersiap diri kemudian menghujani pasukan salib dengan potongan kain yang menyala seperti bom dan membakar rumput-rumput kering yang ada di bawah telapak kaki kuda mereka. Jadinya mereka diserang oleh panasnya sengatan matahari, panasnya haus, panasnya api dan panasnya senjata serta panah. Selanjutnya Sultan Shalahuddin memerintahkan pasukannya untuk meneriakkan takbir dan bersabar. Mereka bersabar dan akhirnya Allah memberikan pertolongan kepada mereka pada hari itu juga kaum muslimin berhasil membunuh tentara salib sebanyak 30.000 serta menawan 30.000 tentara andalan dan pasukan Kaveleri, termasuk yang tertawan adalah seluruh raja-raja Kristen. Perang Hittin berakhir Sultan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah atas kemenangan yang gemilang ini. Kemudia ia menyuruh pasukannya membuat tenda besar yang di pasang di dalamnya singgasana raja disebelah kanan kirinya dihias karangan bunga kemudian sultan duduk diatas singgasana tersebut. Ia minta para tawanan di bawa kehadapannya dalam keadaan terikat kemudian ia suruh memenggal leher beberapa tawanan perang di hadapannya dengan disaksikan raja-rajanya. Dan dia pun memenggal kepala Bernas (raja yang jahat) dan dikirim kepada raja-raja dikemahnya dengan berkata: “ini disebabkan karena ia dulu melecehkan Rasulullah SAW”. Dia pun mengirim kepala para terbunuh dan sisa tawanan perang serta salib ke Damaskus untuk di simpan di bentengnya dan memasang salib dengan terbalik. Setelah meninggalkan kesan yang mengerikan ini Shalahuddin pulank ke Thibriyah dan menaklukan bentengnya, ia mengepung Akka hingga menyerahkan kepalanya. Shalahuddin Al-Ayyubi membuat tentara-tentara salib ketakutan dan menyerahkan satu persatu wilayah musuh tanpa perlawanan yang berarti. Bagi yang tidak menyerahkan wilayahnya secara baik-baik maka kaum muslimin menaklukannya dengan pedang seperti: Majdul Baba, Nashirah, Qaisariah, Yafa, Shafuriyah, Ma’lasya dan Ghaulah. Kemudian Shalahuddin melanjutkan penaklukannya terhadap wilayah-wilayah yang tadinya dikuasai tentara-tentara Kristen seperti: Shaida, Beirut, Asqalan, Ramlah, Gaza, Betlehem, Bait Jibril dan Nathrun.[21]

            Penaklukan Al-quds :
            Setelah berakhirnya penaklukan terhadap wilayah-wilayah yang telah disebutkan tadi selesai pada akhir bulan Robbi’ul Akhir tahun 583 H. sultan Ayyubi mempesiapkan pasukannya lebih matang untuk penaklukan Al-Quds. Berita ini disambut antusias oleh kaum muslimin, banyak dari kalangan ulaml dan orang-orang bergabung dengan sukarela dalam pasukan Shalahuddin yang akan merebut kembali Al-Quds. Pada hari Ahad tanggal 15 Rajab 583 H/1187 M sultan Shalahuddin dan pasukannya tiba di sebelah Barat Baytul Maqdis, mereka terkejut karena Baytul Maqdis telah diblokede pihak musuh. Pasukan Shalahuddin Al-Ayyubi berjumlah 60.000 lebih, mereka disana berada selama 5 hari dan pindah ke Syam karena medannya relative luas, maka dengan kondisi itu memungkinkan mengalahkan pasukan musuh.
            Persatuan kaum muslimin diketahui pasukan salib kemudian mereka mempersiapkan diri untuk perang dan kedua pasukan bertemu, kemudian perang antara keduanya meletus dengan hebatnya, pasukan salib bertempur dengan titik darah terakhir guna mempertahankan tempat-tempat suci mereka. Pada perang kali ini mereka disaksikan sejumlah gubernur dan pejaabat tinggi militernya, hal ini membuat darah kaum muslimin mendidih. Para amir dan orang-orang soleh merasa terlecut semangatnya. Perang semakin hebat, gugurnya para syuhada menambah kekuatan mujahidin untuk melanjutkan menghancurkan kekuatan lawan, mereka memasang senjata andalannya yaitu Manjaniq dan mereka serang kota Baytul maqdis dengan Manjaniq tersebut.
            Kaum muslimin melihat banyak sekali salib yang dipasang di dinding-dinding kota dan salib yang terbesar di letakkan di Qubbatush Sakhra. Melihat itu semangat kaum muslimin semakin membara untuk bertempur dan membangkitkan gairah Islam dalam dada mereka. Sedangkan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi bergerak menuju arah timur dari sisi utara benteng kemudian melubanginya dan membakarnya. Akhirnya benteng istana ambruk dengan disaksikan langsung oleh pasukan salib. Mereka yakin dengan ambruknya benteng pertahanannya tibalah kehancurannya. Mereka ingat apa yang mereka lakukan kepada kaum muslimin ketika mereka menaklukan Baytul Maqdis[22] (diceritakan dalam sejarah bahwa seluruh umat muslim yang ada di Baytul Maqdis di bantai dengan ganas dan tidak berperikemanusiaan, hampir tidak ada satu pun umat muslim yang hidup pada saat mereka menjajah Baytul Maqdis. Diceritakan juga bahwa seluruh umat muslim disana yang dibantai tersebut darahnya membanjiri kota itu dan juga bagian-bagian tubuh yang berserakan di jalanan-jalanan dengan keadaan yang mengerikan antara tangan, kepala, kaki, dan seluruh anggota tubuh tidak ada yang menyatu pada bagian tubuh seperti halnya manusia. Akibat dari pembantaian itu lebih dari 70.000 umat islam binasa. Demikianlah gambaran singkat keganasan dan kekejaman pasukan salib saat itu.)[23]
            Dalam posisi terdesak para panglima perang salib menemui Sultan dan memoho jaminan dan keamanan kepadanya dengan konsekuensi mereka keluar dari Baytul Maqdis dan menyerahkannya pada pasukan Muslim. Namun Sultan Shalahuddin sudah terlanjur benci kepada mereka karena perlakuan mereka terhadap kaum muslimin ketika mereka merebut Baytul Maqdis. Raja Baytul Maqdis namanya Balban bin Barzan ikut dalam peperangan ini kemudian menulis surat pada sultan Shalahuddin meminta jaminan keamanan. Shalahuddin pun tetap bersikeras tidak mengabulkan permintaannya. Melihat penolakan itu raja Baytul Maqdis menemui Sultan dan merayunya agar mengabulkan permohonannya. Sultan Tetap pada pendiriannya dengan menolak permintaan raja tersebut. Kemudian raja Baytul Maqdis berkata “kalau anda tidak mau memberi  jaminan kepada kami, maka kami akan pulang kemudian membunuh tawanan perang kaum muslimin yang jatuh ditangan kami. Perlu anda ketahui bahwa jumlah pasukan anda yang tertawan oleh pasukan kami kurang lebih empat ribu personel. Selain itu kami akan bunuh budak-budak kami, anak-anak dan istri-istri kami. rumah-rumah dan tempat-tempat indah akan kami bumiratakan dengan tanah, harta akan kekayaan kami akan kami rusak. Dan kubah Shakhrh (kubah batu) akan kami hancurkan dan apa saja yang kami bakar akan kami bakar. Selanjutnya kami baru keluar dan melanjutkan pertempuran dengan mati-matian. Bukan hal yang mustahil kalau kami menghancurkan apa saja, tidak ada lagi arti kehidupan bagi kami setelah itu dan setiap orang dari kami tidak mati sebelum berhasil membunuh jumlah yang banyak dari kalian dan setelah itu tidak ada lagi kebaikan yang bisa di harapkan”. Mendengar pernyataan itu yang menghujam kedalam dada sultan Shalahuddin Al-Ayyubi karena ia khawatir akibat buruk akan menimpanya dengan banyak kerugian besar yang akan dialami kaum muslimin serta nasib 4.000 pasukan yang tertawan amat memprihatinkan. Akhirnya ia memutuskan untuk berdamai dan memberi jaminan kepada mereka.
            Sultan Shalahuddin menetap di Al-Quds sejak hari penaklukannya sampai dengan tanggal 25 rajab (kira-kira sebulan). Ia menertibkan urusan agama, menginstruksikan pembangunan rumah, untuk orang-orang miskin dan sekolah-sekolah untuk pengajaran mazhab Syafi’I yang dia anut. Kaum muslimin menunaikan shalat Jum’at pada tanggal 4 sya’ban/8hari setelah penaklukannya dan sultan Shalahuddin menunjuk Hakim Muhyiddin bin Zakki sebagai Khotib mesjid Aqso.[24]

DAFTAR PUSTAKA
·         http://m0emets.blogspot.com/2007/11/salahudin-al-ayubi.html.
·         Azyumardi Azra. Ensikliopedi Islam. Pt Ikhtiar Baru van hoeve. Jakarta . 2005.
·         Syeh Muhammad Said Mursi. Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Pustaka Al-Kautsar :  Jakarta. 2007 .
·         Hj.Musyrifah Sunanto,sejarah klasik islam,Prenada Media.Jakarta.2000.
·         KH.Jamil Ahmad,sertus muslim terkemuka,Pustaka Firdaus,Jakarta.2000.
·         Hasan Ibrahim Hasan. Sejarah dan Kebudayaan Islam. kota Kembang : Yogyakarta. 1989.
·         H. Zainal Abidin Ahmad. Sejarah Islam dan Ummatnya. Bulan Bintang : Jakarta jilid 5. 1979.
·         Muhammad Sayyid Al-Walid, Wajah Dunia Islam. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta cet.1. 1998.
·         Abu Suud. Islamologi. PT Rineka Cipta : Jakarta. Cet 1. 2003.


[1] http://m0emets.blogspot.com/2007/11/salahudin-al-ayubi.html
[2] Azyumardi Azra. Ensikliopedi Islam. Pt Ikhtiar Baru van hoeve. Jakarta . 2005. H. 118
[3]Syeh Muhammad Said Mursi. Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Pustaka Al-Kautsar :  Jakarta. 2007 h. 223
[4] Azymardi Azra. Op. cit.
[5]  Hj.Musyrifah Sunanto,sejarah klasik islam,Prenada Media.Jakarta.2000.H.471
[6]KH.Jamil Ahmad,sertus muslim terkemuka,Pustaka Firdaus,Jakarta.2000.H.471
[7] Azymardi Azra. Op. cit. h. 119
[8] Hj. Musyrifah Sunonto. Op. cit.
[9] Abu Suud. Islamologi. PT Rineka Cipta : Jakarta. Cet 1. 2003 h.
[10]. Azyumardi Azra. Ensikliopedi Islam. Pt Ikhtiar Baru van hoeve. Jakarta . 2005. H. 119
[11] Ibid.
[12] Hj. Musyrifah Sunonto. Op. cit h. 149
[13] KH.Jamil Ahmad. Op.cit. h. 471
[14] Hasan Ibrahim Hasan. Sejarah dan Kebudayaan Islam. kota Kembang : Yogyakarta. 1989. H. 287
[15] H. Zainal Abidin Ahmad. Sejarah Islam dan Ummatnya. Bulan Bintang : Jakarta . 1979 jilid 5. H. 123
[16] Ibid
[17] Azyumardi Azra. Op.cit. h. 120
[18] Hj. Musyrifah Sunonto. Op. cit h. 153
[19] Azyumardi Azra. Ensikliopedi Islam. Pt Ikhtiar Baru van hoeve. Jakarta . 2005. H. 120
[20] Hj. Musyrifah Sunonto. Op. cit h. 153
[21] Muhammad Sayyid Al-Walid, Wajah Dunia Islam. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta cet.1. 1998. H. 195-198
[22] Ibid h. 200
[23] KH.Jamil Ahmad,sertus muslim terkemuka,Pustaka Firdaus,Jakarta.2000.H. 473
[24] Muhammad Sayyid Al-Walid, Wajah Dunia Islam. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta cet.1. 1998. H.200-203

Tidak ada komentar:

Posting Komentar