BAB I
PENDAHULUAN
Di
dalan suatu pendidikan kurikulum adalah suatu yang sangat penting, karena
menyangkut aspek-aspek kegiatan pembelajaran. Dan juga mutu kurikulum sangat
berpengaruh terhadap nasip masa depan para anak didik serta kualitas masyarakt setempat.
Dengan kurikulum yang baik, suatu bangsa dan Negara dapat mempertahankan
eksistensinya dalam pengembangan dn perubahan kurikulum yang harus dipikirkan
dengan sebaik-baik mungkin.
Kurikulum
dirancang dari tahap perencanaan orgniasasi, pelaksanaan dan akhirnya
monitoring dan evaluasi. Begitu pentingnya suatu kurikulum, maka perlu diadakan
usahakontinew untuk memperbaikinya yakni dengan mengadakan evaluasi kurikulum.
Tanpa evaluasi, maka tidak akan dimengerti bagaimana kondisi kurikulum tersebut
dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya.maka dari permasalahan yang ada
seperti ini maka saya akan membahas yang sesuai dengan judul evaluasi kurikulum
PAI.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Evaluasi Kurikulum
Ada terdapat banyak pengertian
evaluasi, namun pada bahasan kali ini hanya diambil beberapa pengertian yang
relevan dengan evaluasi kurikulum.
Secara
harfiah, kata kurikulum berasal dari bahasa inggris, “evaluation” dalam bahasa
Arab: At- Taqdir dalam bahsa Indonesia berarti ; penilaian sedangkan arti lain
adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.[1]
Salah satu rumusan mengenai
“evaluasi” menyatakan bahwa evaluasi adalah perbuatan pertimbangan berdasarkan
seperangkat criteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan (Morrison,
1982). Dalam rumusan tersebut terdapt 3 faktor utama, yakni (1) pertimbangan,
(2) deskripsi objek penelitian, dan (3) criteria yang dapat
dipertanggungjawabkan (Hamalik, 1993). Bila penilaian (evaluasi) digunakan
dalam dunia pendidikan, maka pertimbangan berdasarkan criteria pendidikan
umumnya ketercapaian tujuan-tujuan dalam kurikulum.
Hasan (1988) mengatakan bahwa,
evaluasi adalah suatu proses, bukan hasil (produk). Hasil yang diperoleh dari
kegiatan adalah nilai dari arti evaluan. Sedang kegiatan untuk sampai kepada
pemberian nilai atau arti dimaksudkan sebagai evaluasi. Proses tersebut tentu
saja melalui berbagai pengukuran seperti materi tes, teknik tes dan sebagainya.
Subandjiah (1996) mengemukakan
bahwa evaluasi pada dasarnya adalah proses penentuan nilai sesuatu berdasarkan
criteria tertentu. Dalam proses tersebut tercakup usaha mengumpulkan
data/informasi yang dapat dilakukan dengan cara pengukuran (measurement).
Pengukuran adalah salah satu langkah menuju evaluasi.
Dalam kaitannya dengan
pendidikan, pengukuran sangat diperlukan, sebab dengan pengukuran itulah kita
dapat memberikan nilai angka prestasi peserta didik terhadap apa yang telah ia
capai selama proses pengajaran dan pendidikan.[2]
Dari
berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi secra umum dapat
diartikan sebgai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan,
kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, obyek, orang yang masih banyak yang
lain) berdasarkan tertentu melalui penilaian.
Jadi
evaluasi kurikulum adalah proses sistematis untuk menentukan dan membentuk
keputusan apakah suatu kurikulum yang edang berjlan atau telahn di jalankan
suidah sesuai dengan kurikulum yang telah di tetapkan dalam rancangan.[3]
B. Evaluasi merupakan bagian dari
Proses Kurikulum
Proses kurikulum berlangsung
secara berkesinambungan dan merupakan keterpaduan dari semua dimensi pendidikan
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses tersebut
berlangsung secara bertahap dan berjenjang, yaitu:
a.
Proses
analisis kebutuhan dan kelayakan sebagai langkah awal untuk mendesain
kurikulum;
b.
Proses
perencanaan dan pengembangan suatu kurikulum sesuai dengan kebutuhan suatu
lembaga pendidikan;
c.
Proses
implementasi/pelaksanaan kurikulum yang berlangsung dalam suatu proses
pembelajaran;
d.
Proses
evaluasi kurikulum untuk mengetahui tentang keberhasilan kurikulum;
e.
Proses
perbaikan kurikulum berdasarkan hasil evaluasi terhadap keterlaksanaan dan
kelemahannya setelah dilakukan penilaian kurikulum;
f.
Proses
penelitian evaluasi kurikulum, dalam hal ini erat kaitannya dengan tahap-tahap
proses lainnya, tetapi lebih mengarah dan pengembangan kurikulum sebagai
cabanga ilmu dan teknologi.[4]
C. Tujuan penilaian
Masalah pertama yang harus
dilakukan dalam tahap penilaian ialah merumuskan tujuan penilaian yang hendak
dicapai dalam suatu proses pendidikan (kurikulum). Tujuan-tujuan penilaian
ditentukan oleh jenis tugas yang kita hadapi. Seorang guru yang mengajarkan
mata pelajaran tertentu bertujuan untuk mengetahui, apakah bahan-bahan
pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik sudah dikuasainya atau belum.
Sudirman dkk (1990) membatasi
penilaian dalam ruang lingkup proses belajar-mengajar, yaitu:
1.
Pengambilana
keputusan tentang hasil belajar.
2.
Pemahaman
tentang peserta didik
3.
Perbaikan
dan pengembangan program pengajaran.
Sementara itu, Sudjana (1996)
mengemukakan ada empat kategori (ruang lingkup) penilaian program (pengajaran),
yakni:
a) Penilaian konteks.
b) Penilaian masukan. (input)
c) Penilaian proses, dan
d) Penilaian keluaran atau hasil
(output and outcomes)
Pengambilan keputusan tentang
hasil belajar merupakan hal yang mutlak bagi seorang guru agar ia dapat
mengetahui sejauhmana keberhasilan proses belajar mengajar dan pengetahuan yang
telah dikuasai peserta didik. Penilaian tentunya didasarkan pada kepada
kesesuaian bahan dengan tujuan, kesesuaian bahan dengan landasan psikologis
maupun perkembangan peserta didik.
Selain itu, pengambilan putusan
juga diperlukan untuk memahami peserta didik, untuk mengetahui
hambatan-hambatan (handicap) yang tengah dialami oleh peserta didik agar dapat
diberikan bantuan. Juga dengan evaluasi dimaksudkan untu dapat memperbaiki dan
mengembangkan program-program kurikulum (proses belajar-mengajar). Proses
belajar mengajar bergantung kepada bentuk organisasi kurikulum yang digunakan.
Mengenai evaluasi itu sendiri,
dapat dilakukan penilaian terhadap prosedur, teknik, metode, media dan materi
yang dievaluasi. Karena komponen tersebut sangat berpengaruh hasil evaluasi
yang dilakukan baik mengenai kesahihan, realibilitas, signifikan maupun objektivitas.
Bila dikaji makna dari uraian
diatas, ternyata penilaian kurikulum harus dilakukan secara komprehensif. Pada
bagian depan telah dikemukakan bahwa sasaran evaluasi secara garis besar dapar
dilakukan kepada dua hal, yaitu:
1) Evaluasi terhadap proses kurikulum
2) Terhadap hasil kurikulum.
Evaluasi proses bertujuan
menilai sampai sejauh mana kurikulum memberikan pengalaman belajar sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan, sedangkan evaluasi hasil bertujuan untuk menilai
apakah hasil belajar peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran.
D. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Kurikulum
Dalam pelaksanaan evaluasi
kadang-kadang dipengaruhi oleh factor subyektivitas guru. Bila hal ini terjadi
maka hasil evaluasi tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari
hasil yang dicapai. Dengan demikian bila diinginkan agar evaluasi dapat
menggambarkan keadaan sebenarnya dari hasil belajar atau hasil kurikulum, maka
evaluasi harus dilakukan secara obyektif.
Muhammad Ali (1992)
mengemukakan tiga prinsip dalam melakukan evaluasi kurikulum, yaitu:
1.
Evaluasi
mengacu pada tujuan.
2.
Evaluasi
bersifat komprehensif atau menyeluruh
3.
Evaluasi
dilaksanakan secara kontinyuitas, dan
4.
Evaluasi
dilihat secara obyektif.[5]
E. Bentuk-Bentuk Pelaksanaan
Evaluasi Kurikulum
Dilihat dari pelaksanaan dan tujuannya,
evaluasi kurikulum dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu:
1.
Evaluasi formatif, yakni evaluasi yang dilaksanakan selama
kurikulum itu digunakan dengan tujuan untuk menjadi dasar dalam perbaikan.
Evaluasi ini dapat dilakukan terhadap pelaksanaan paket-paket program atau
masing-masing mata pelajaran dari suatu kurikulum atau terhadap pelaksanaan
kurikulum secara keseluruhan.
2.
Evaluasi sumatif, yakni evaluasi yang dilaksanakan di
akhir pelaksanaan suatu kurikulum, seperti evaluasi kurikulum SD dilaksanakan
setelah selesai (6 tahun) kurikulum itu dilaksanakan, dengan tujuan untuk
mengetahui keberhasilan pelaksanaan kurikulum tersebut.
Pengguna hasil evaluasi
formatif berbeda dari pengguna hasil evaluasi sumatif. Bila kita lihat
tujuannya, evaluasi formatif adalah untuk menjadi dasar perbaikan. Oleh karena
itu, pengguna hasil evaluasi formatif adalah pengembang kurikulum. Adapun
tujuan evaluasi sumatif adalah untuk menilai keberhasilan kurikulum. Oleh
karena itu, pengguna evaluasi sumatif adalah sekolah yang melaksanakan
kurikulum itu sendiri, pengawas, guru, murid, dan orang tua, serta orang-orang
atau para ahli yang berkepentingan. Evaluasi formatif ini sangat penting
dilakukan untuk dijadikan dasar apakah kurikulum itu perlu dilangsungkan
pelaksanaannya atau perlu diganti..
F. Teknik-Teknik Pelaksanaan
Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi kurikulum
dapat menggunakan dua macam teknik, yaitu:
1.
Teknik
Bukan Tes
2.
Teknik
Tes
Teknik bukan tes umumnya
menggunakan alat seperti:
1. Wawancara atau Interview. Teknik wawancara ini
dilakukan dengan mengadakan tanya jawab, baik secara langsung maupun
menggunakan media. Alat yang digunakan adalah pedoman wawancara. Tentu saja
pedoman wawancara mengacu kepada tujuan yang ditetapkan.
2. Angket. Angket adalah wawancara yang
dilakukan secara tertulis. Prinsip penggunaan dan penyusunan alat sama dengan
wawancara.
3. Pengamatan atau Observasi. Dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan terhadap kegiatan baik langsung atau tak langsung. Alat
yang digunakan berupa panduan observasi yang disusun dalam bentuk check list
atau skala penilaian.
4. Daftar Cek atau Check List. Terdiri dari sejumlah butir
yang digunakan untuk melakukan penilaian dengan membubuhkan cek pada alat itu
sesuai dengan keadaan yang dinilai.
5. Skala Penilaian. Butir-butir yang dinilai
dibuatkan rentangan nilai pada skala. Setiap gejala yang muncul berdasarkan
pada butir itu dibuat penilaian.
Bentuk bukan tes banyak sekali
digunakan banyak sekali digunakan dalam melakukan evaluasi baik untuk tujuan
formatif maupun sumatif.
Teknik tes biasanya digunakan
untuk menilai hasil atau produk kurikulum, yang berupa hasil belajar siswa. Tes
dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu tes lisan, tes tulisan dan perbuatan.
Untuk dapat melakukan penilaian
kurikulum sebaik-baiknya diperlukan sikap dan kemampuan guru merencanakan dan
melaksanakan evaluasi. Ini sangat penting, sehingga dapat diperoleh balikan
pelaksanaan kurikulum berdasarkan kenyataan yang dihadapi.[6]
G.
Model-Model Evaluasi Kurikulum
Evaluasi
kurikulum ini merupakan suatu tema luas, meliputi banyak kegiatan, meliputi
banyak prosedur, bhkan dapat merupakan suatu lapangan studi yang berdiri
sendiri. Adapun model-model evaluasi kurikulum antara lain:
1. Evaluasi Model Penelitian
1. Evaluasi Model Penelitian
Evaluasi model ini berdsarkan atas
teori dan metode tes psikologi serta eksperimen lapangan. Tes psikologi pada
umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tes
intelegensi yang di tujukan untuk mengukur
kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang mengukur prilaku skolastis.
Model ini sesuai untuk mengevaluasi pengembangan kurikulum yang menekankan isi.
Salah
satu pendekatan dalam evaluasi yang mewnggunakan eksperimern lapangan yakni
dengan mengadakan pembandingan antara dua macam kelompok anak, misalakan
menggunkan dua metode belajar yang berbeda. Kemudian dibandingkan, manakah yang
lebih baik dan berhasil. Namun, dalam eksperimen tersebut terdapat beberapa
kesulitan antara lain:
a. kesulitan administrative: sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen.
b. Maalah teknis dan logis, kesulitan menciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji .
a. kesulitan administrative: sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen.
b. Maalah teknis dan logis, kesulitan menciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji .
2. Evaluasi model objektif
Evaluasi
model ini diprakarsai oleh Tyler an merupakan yang paling banyak digunakan.
Model ini berorientasi pada hasil belajar dan seperangkat objektif. Tyler mengrtikn
evaluasi merupakan sebagai usaha untuk meneliti apakah tujuan pendidikan
tercapai melalui pengalaman belajar yang lebih mengutamakan hasil(produk)
belajar . Model ini kemudian berkembang dengan tidak mengutamakan produk tetapi
juga memperhatikan proses dan kondisi belajar yang mempengaruhi hasil belajar.
3. Evalusi model campuran multivariasi
Yakni strategi evaluasi yang
menyatukan unsur-unsur dri pendekatan penelitian dan objektif. Strategi ini
memumkinkan perbandingan lebih dari satu kurikulum dan secara serempak tiap
keberhailannkurikulum di ukr berdasarkan criteria khusus dari masing-masing
kurikulum.
Model
ini menggunakan computer sehingga tidak terhambat oleh kesalahan dan
kelambatan. Semua masalah pengolahan statistic dapat dikerjakan dengan
computer. Beberapa kesulitan yang di hadapi dalam model campuranmultivariasi
ini antara lain:
a. lebih sesuai digunakan untuk evaluasikurikulum sekolah dasar.
b. Terlalu banyak varibel yang perlu dihitung pada suatu saat, kemampuan computer hanya sampai 40 variabel, sedangkan model ini dpat dikumpulkan sampai 300 variabel.
c. Adanya masalah saat menggunakan pendekatan penelitian yakni terkait dengan masalah pembandingan.
a. lebih sesuai digunakan untuk evaluasikurikulum sekolah dasar.
b. Terlalu banyak varibel yang perlu dihitung pada suatu saat, kemampuan computer hanya sampai 40 variabel, sedangkan model ini dpat dikumpulkan sampai 300 variabel.
c. Adanya masalah saat menggunakan pendekatan penelitian yakni terkait dengan masalah pembandingan.
H. Evaluasi
Kurikulum PAI
Pendidikan
agama islam merupakan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai fundamental islam, dimana setiap
muslim terlepas dari disiplin ilmu apapun yang akan dikaji.
Namun, persoalan yang kemudian muncul adalah praktek
dan realita social yang terjadi di Indonesia, sering kali menjadi
tolok ukur berhasil atau tidaknya suatu pendidikan
agama islam disekolah. Buruknya kehidupan social di
indonesia ditandai dengan praktek hidup korup, tingginya penggunaan narkoba
serta kehidupan yang matrealistik menjadi pendidikan agama islam disekolah
sebagai pihak yang memikul tanggung jawab.
Ketua
majlis Indonesia K.H. Sahal Mahfudz, menilai bahwa pendidikan agama islam
selama ini belum bisa mempengaruhi system etika dan moral peserta didik,
intelektual sekaligus aktifis pendidikan, Haidar Bagir menilai pendidikan agama
islam tidak tidak lebih dari formalisme belaka, yang tidak ‘berbekas’ pada anak
didik pendidikan agama islam menurut Bagir hanya terfokus pada arah kognisi
sehingga ukuran keberhasilan anak didik dinilai ketika telah mampu menghafal dan
menguasai materi, bahkan bagaimana nilai-nilai pendidikan agama islam seperti
nilai keadilan, menghormati, silaturrahim, dsb, dihayati sungguh-sungguh dan
kemudian di praktekkan. ini menunjukkan bahwa pendidikan agama islam selama ini
lebih memfokuskan pada aspek kognitif dan kurang dapat melakukan transfer nilai
yang harus diaplikasikan serta actual bagi kehidupan siswa. Akibatnya materi
dalam kurikulum penmdidikan agama islam hanya di pahami sebagai pengetahuan
semata yang cukup hanya di mengerti dan dihafalkan, yang akhirnya PAI menjadi
seperti “bonsai” yang hanya cukup untuk memperindah ruangan.
Oleh
karena itu perlu adanya revitalisasi pendidikan agama islam yang melibatkan
semua pihak yang terkait baik orang tua, guru, maupun masyarakat, perlu
mengkaji proses dan struktur terbentuk aspek afektif dalam prosespembelajaran
agama islam. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka revitalisasi
pendidikan agama islam antara lain:
a. melakukan penilaian pencapaian belajr yang berorientasi pada aspek afektif.
b. Mengubah cara pandang terhadapa kurikulum pendidikan agama islam.
c. Adanya pendekatan yang bersifat values clarification dalam pembelajan PAI.
d. Mengubash strategi pembelajaran dari model ceramah ke yang lebih luas seperti: diskusi, wawancara dengan tokoh, pembuatan buku harian dsb.
a. melakukan penilaian pencapaian belajr yang berorientasi pada aspek afektif.
b. Mengubah cara pandang terhadapa kurikulum pendidikan agama islam.
c. Adanya pendekatan yang bersifat values clarification dalam pembelajan PAI.
d. Mengubash strategi pembelajaran dari model ceramah ke yang lebih luas seperti: diskusi, wawancara dengan tokoh, pembuatan buku harian dsb.
Selain
diatas itu, pendidikan agama islam ini akan mampu meningkatkan EQ para siswa.
Hal ini sangat penting karena dalam era globalisasi, para siswa harus memiliki daya saing
global. Pendekatan klarifikasi nilai pendidikan agama islam ini akan mampu
meningkatkan EQ para sisw agar mereka memiliki keunggulan kompetitif secara
global . Hal ini sesuai dengan etos ajaran islam yang dikenal dengan fastabiqul
khairat.[7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Evaluasi kurikulum
adalah proses sistematis untuk menentukan dan membentuk keputusan apakah suatu
kurikulum yang edang berjlan atau telahn di jalankan sudah sesuai dengan
kurikulum yang telah di tetapkan dalam rancangan .
2. Tujuan evaluasi kerikulum adalah menyajikan informasi tentang area-area kelemahan kurikulum sehingga dari hasil evaluasi dapat dilakukan proses perbaikan dan penyesuaian dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat
3. Model evaluasi kurikulum ada tiga yaitu Evaluasi Model Penelitian, Evaluasi model objektif, Evalusi model campuran multivariasi.
4. Evaluasi kurikulum PAI saat ini masihdi perioritaskan pada segi kognii sehiungga perlu adanya revitalisasi kurikulum PAI.
2. Tujuan evaluasi kerikulum adalah menyajikan informasi tentang area-area kelemahan kurikulum sehingga dari hasil evaluasi dapat dilakukan proses perbaikan dan penyesuaian dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat
3. Model evaluasi kurikulum ada tiga yaitu Evaluasi Model Penelitian, Evaluasi model objektif, Evalusi model campuran multivariasi.
4. Evaluasi kurikulum PAI saat ini masihdi perioritaskan pada segi kognii sehiungga perlu adanya revitalisasi kurikulum PAI.
DAFTAR PUSTAKA
Hamdan, Pengembangan dan Pembinaan Kurikulum, Banjarmasin. 2005.
H.
Muhammad A I, Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, Sinar Baru Algesindo,
Bandung. 2008.
Rusman, Manajemen
Kurikulum, Rajawali Pers, Jakarta. 2009.
http://ulielalbert.blogspot.com/2010/10/evaluasi-kurikulum-pai.html?zx=2743053fdc6b77c3
[6]H. Muhammad A I, Pengembangan Kurikulum Di Sekolah,
Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2008, hal. 130-132
Tidak ada komentar:
Posting Komentar