Minggu, 28 Juni 2015

Evaluasi Kurikulum

BAB I
PENDAHULUAN
Di dalan suatu pendidikan kurikulum adalah suatu yang sangat penting, karena menyangkut aspek-aspek kegiatan pembelajaran. Dan juga mutu kurikulum sangat berpengaruh terhadap nasip masa depan para anak didik serta kualitas masyarakt setempat. Dengan kurikulum yang baik, suatu bangsa dan Negara dapat mempertahankan eksistensinya dalam pengembangan dn perubahan kurikulum yang harus dipikirkan dengan sebaik-baik mungkin.
Kurikulum dirancang dari tahap perencanaan orgniasasi, pelaksanaan dan akhirnya monitoring dan evaluasi. Begitu pentingnya suatu kurikulum, maka perlu diadakan usahakontinew untuk memperbaikinya yakni dengan mengadakan evaluasi kurikulum. Tanpa evaluasi, maka tidak akan dimengerti bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya.maka dari permasalahan yang ada seperti ini maka saya akan membahas yang sesuai dengan judul evaluasi kurikulum PAI.












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Evaluasi Kurikulum
Ada terdapat banyak pengertian evaluasi, namun pada bahasan kali ini hanya diambil beberapa pengertian yang relevan dengan evaluasi kurikulum.
Secara harfiah, kata kurikulum berasal dari bahasa inggris, “evaluation” dalam bahasa Arab: At- Taqdir dalam bahsa Indonesia berarti ; penilaian sedangkan arti lain adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.[1]
Salah satu rumusan mengenai “evaluasi” menyatakan bahwa evaluasi adalah perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat criteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan (Morrison, 1982). Dalam rumusan tersebut terdapt 3 faktor utama, yakni (1) pertimbangan, (2) deskripsi objek penelitian, dan (3) criteria yang dapat dipertanggungjawabkan (Hamalik, 1993). Bila penilaian (evaluasi) digunakan dalam dunia pendidikan, maka pertimbangan berdasarkan criteria pendidikan umumnya ketercapaian tujuan-tujuan dalam kurikulum.
Hasan (1988) mengatakan bahwa, evaluasi adalah suatu proses, bukan hasil (produk). Hasil yang diperoleh dari kegiatan adalah nilai dari arti evaluan. Sedang kegiatan untuk sampai kepada pemberian nilai atau arti dimaksudkan sebagai evaluasi. Proses tersebut tentu saja melalui berbagai pengukuran seperti materi tes, teknik tes dan sebagainya.
Subandjiah (1996) mengemukakan bahwa evaluasi pada dasarnya adalah proses penentuan nilai sesuatu berdasarkan criteria tertentu. Dalam proses tersebut tercakup usaha mengumpulkan data/informasi yang dapat dilakukan dengan cara pengukuran (measurement). Pengukuran adalah salah satu langkah menuju evaluasi.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, pengukuran sangat diperlukan, sebab dengan pengukuran itulah kita dapat memberikan nilai angka prestasi peserta didik terhadap apa yang telah ia capai selama proses pengajaran dan pendidikan.[2]
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi secra umum dapat diartikan sebgai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, obyek, orang yang masih banyak yang lain) berdasarkan tertentu melalui penilaian.      
Jadi evaluasi kurikulum adalah proses sistematis untuk menentukan dan membentuk keputusan apakah suatu kurikulum yang edang berjlan atau telahn di jalankan suidah sesuai dengan kurikulum yang telah di tetapkan dalam rancangan.[3]
B.     Evaluasi merupakan bagian dari Proses Kurikulum
Proses kurikulum berlangsung secara berkesinambungan dan merupakan keterpaduan dari semua dimensi pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses tersebut berlangsung secara bertahap dan berjenjang, yaitu:
a.         Proses analisis kebutuhan dan kelayakan sebagai langkah awal untuk mendesain kurikulum;
b.        Proses perencanaan dan pengembangan suatu kurikulum sesuai dengan kebutuhan suatu lembaga pendidikan;
c.         Proses implementasi/pelaksanaan kurikulum yang berlangsung dalam suatu proses pembelajaran;
d.        Proses evaluasi kurikulum untuk mengetahui tentang keberhasilan kurikulum;
e.         Proses perbaikan kurikulum berdasarkan hasil evaluasi terhadap keterlaksanaan dan kelemahannya setelah dilakukan penilaian kurikulum;
f.         Proses penelitian evaluasi kurikulum, dalam hal ini erat kaitannya dengan tahap-tahap proses lainnya, tetapi lebih mengarah dan pengembangan kurikulum sebagai cabanga ilmu dan teknologi.[4]
C.     Tujuan penilaian
Masalah pertama yang harus dilakukan dalam tahap penilaian ialah merumuskan tujuan penilaian yang hendak dicapai dalam suatu proses pendidikan (kurikulum). Tujuan-tujuan penilaian ditentukan oleh jenis tugas yang kita hadapi. Seorang guru yang mengajarkan mata pelajaran tertentu bertujuan untuk mengetahui, apakah bahan-bahan pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik sudah dikuasainya atau belum.
Sudirman dkk (1990) membatasi penilaian dalam ruang lingkup proses belajar-mengajar, yaitu:
1.        Pengambilana keputusan tentang hasil belajar.
2.        Pemahaman tentang peserta didik
3.        Perbaikan dan pengembangan program pengajaran.
Sementara itu, Sudjana (1996) mengemukakan ada empat kategori (ruang lingkup) penilaian program (pengajaran), yakni:
a)      Penilaian konteks.
b)      Penilaian masukan. (input)
c)      Penilaian proses, dan
d)     Penilaian keluaran atau hasil (output and outcomes)
Pengambilan keputusan tentang hasil belajar merupakan hal yang mutlak bagi seorang guru agar ia dapat mengetahui sejauhmana keberhasilan proses belajar mengajar dan pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik. Penilaian tentunya didasarkan pada kepada kesesuaian bahan dengan tujuan, kesesuaian bahan dengan landasan psikologis maupun perkembangan peserta didik.
Selain itu, pengambilan putusan juga diperlukan untuk memahami peserta didik, untuk mengetahui hambatan-hambatan (handicap) yang tengah dialami oleh peserta didik agar dapat diberikan bantuan. Juga dengan evaluasi dimaksudkan untu dapat memperbaiki dan mengembangkan program-program kurikulum (proses belajar-mengajar). Proses belajar mengajar bergantung kepada bentuk organisasi kurikulum yang digunakan.
Mengenai evaluasi itu sendiri, dapat dilakukan penilaian terhadap prosedur, teknik, metode, media dan materi yang dievaluasi. Karena komponen tersebut sangat berpengaruh hasil evaluasi yang dilakukan baik mengenai kesahihan, realibilitas, signifikan maupun objektivitas.
Bila dikaji makna dari uraian diatas, ternyata penilaian kurikulum harus dilakukan secara komprehensif. Pada bagian depan telah dikemukakan bahwa sasaran evaluasi secara garis besar dapar dilakukan kepada dua hal, yaitu:
1)      Evaluasi terhadap proses kurikulum
2)      Terhadap hasil kurikulum.
Evaluasi proses bertujuan menilai sampai sejauh mana kurikulum memberikan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, sedangkan evaluasi hasil bertujuan untuk menilai apakah hasil belajar peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran.
D.    Prinsip-Prinsip Evaluasi Kurikulum
Dalam pelaksanaan evaluasi kadang-kadang dipengaruhi oleh factor subyektivitas guru. Bila hal ini terjadi maka hasil evaluasi tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari hasil yang dicapai. Dengan demikian bila diinginkan agar evaluasi dapat menggambarkan keadaan sebenarnya dari hasil belajar atau hasil kurikulum, maka evaluasi harus dilakukan secara obyektif.
Muhammad Ali (1992) mengemukakan tiga prinsip dalam melakukan evaluasi kurikulum, yaitu:
1.        Evaluasi mengacu pada tujuan.
2.        Evaluasi bersifat komprehensif atau menyeluruh
3.        Evaluasi dilaksanakan secara kontinyuitas, dan
4.        Evaluasi dilihat secara obyektif.[5]

E.     Bentuk-Bentuk Pelaksanaan Evaluasi Kurikulum
Dilihat dari pelaksanaan dan tujuannya, evaluasi kurikulum dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu:
1.        Evaluasi formatif, yakni evaluasi yang dilaksanakan selama kurikulum itu digunakan dengan tujuan untuk menjadi dasar dalam perbaikan. Evaluasi ini dapat dilakukan terhadap pelaksanaan paket-paket program atau masing-masing mata pelajaran dari suatu kurikulum atau terhadap pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan.
2.        Evaluasi sumatif, yakni evaluasi yang dilaksanakan di akhir pelaksanaan suatu kurikulum, seperti evaluasi kurikulum SD dilaksanakan setelah selesai (6 tahun) kurikulum itu dilaksanakan, dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan kurikulum tersebut.
Pengguna hasil evaluasi formatif berbeda dari pengguna hasil evaluasi sumatif. Bila kita lihat tujuannya, evaluasi formatif adalah untuk menjadi dasar perbaikan. Oleh karena itu, pengguna hasil evaluasi formatif adalah pengembang kurikulum. Adapun tujuan evaluasi sumatif adalah untuk menilai keberhasilan kurikulum. Oleh karena itu, pengguna evaluasi sumatif adalah sekolah yang melaksanakan kurikulum itu sendiri, pengawas, guru, murid, dan orang tua, serta orang-orang atau para ahli yang berkepentingan. Evaluasi formatif ini sangat penting dilakukan untuk dijadikan dasar apakah kurikulum itu perlu dilangsungkan pelaksanaannya atau perlu diganti..
F.      Teknik-Teknik Pelaksanaan Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi kurikulum dapat menggunakan dua macam teknik, yaitu:
1.        Teknik Bukan Tes
2.        Teknik Tes
Teknik bukan tes umumnya menggunakan alat seperti:
1.      Wawancara atau Interview. Teknik wawancara ini dilakukan dengan mengadakan tanya jawab, baik secara langsung maupun menggunakan media. Alat yang digunakan adalah pedoman wawancara. Tentu saja pedoman wawancara mengacu kepada tujuan yang ditetapkan.
2.      Angket. Angket adalah wawancara yang dilakukan secara tertulis. Prinsip penggunaan dan penyusunan alat sama dengan wawancara.
3.      Pengamatan atau Observasi. Dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap kegiatan baik langsung atau tak langsung. Alat yang digunakan berupa panduan observasi yang disusun dalam bentuk check list atau skala penilaian.
4.      Daftar Cek atau Check List. Terdiri dari sejumlah butir yang digunakan untuk melakukan penilaian dengan membubuhkan cek pada alat itu sesuai dengan keadaan yang dinilai.
5.      Skala Penilaian. Butir-butir yang dinilai dibuatkan rentangan nilai pada skala. Setiap gejala yang muncul berdasarkan pada butir itu dibuat penilaian.
Bentuk bukan tes banyak sekali digunakan banyak sekali digunakan dalam melakukan evaluasi baik untuk tujuan formatif maupun sumatif.
Teknik tes biasanya digunakan untuk menilai hasil atau produk kurikulum, yang berupa hasil belajar siswa. Tes dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu tes lisan, tes tulisan dan perbuatan.
Untuk dapat melakukan penilaian kurikulum sebaik-baiknya diperlukan sikap dan kemampuan guru merencanakan dan melaksanakan evaluasi. Ini sangat penting, sehingga dapat diperoleh balikan pelaksanaan kurikulum berdasarkan kenyataan yang dihadapi.[6]
G.    Model-Model Evaluasi Kurikulum    
Evaluasi kurikulum ini merupakan suatu tema luas, meliputi banyak kegiatan, meliputi banyak prosedur, bhkan dapat merupakan suatu lapangan studi yang berdiri sendiri. Adapun model-model evaluasi kurikulum antara lain:      
1. Evaluasi Model Penelitian 
Evaluasi model ini berdsarkan atas teori dan metode tes psikologi serta eksperimen lapangan. Tes psikologi pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tes intelegensi yang di tujukan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang mengukur prilaku skolastis. Model ini sesuai untuk mengevaluasi pengembangan kurikulum yang menekankan isi.       
Salah satu pendekatan dalam evaluasi yang mewnggunakan eksperimern lapangan yakni dengan mengadakan pembandingan antara dua macam kelompok anak, misalakan menggunkan dua metode belajar yang berbeda. Kemudian dibandingkan, manakah yang lebih baik dan berhasil. Namun, dalam eksperimen tersebut terdapat beberapa kesulitan antara lain:
  a. kesulitan administrative: sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen.
  b. Maalah teknis dan logis, kesulitan menciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji .  

2. Evaluasi model objektif     
Evaluasi model ini diprakarsai oleh Tyler an merupakan yang paling banyak digunakan. Model ini berorientasi pada hasil belajar dan seperangkat objektif. Tyler mengrtikn evaluasi merupakan sebagai usaha untuk meneliti apakah tujuan pendidikan tercapai melalui pengalaman belajar yang lebih mengutamakan hasil(produk) belajar . Model ini kemudian berkembang dengan tidak mengutamakan produk tetapi juga memperhatikan proses dan kondisi belajar yang mempengaruhi hasil belajar.      

3. Evalusi model campuran multivariasi        
Yakni strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dri pendekatan penelitian dan objektif. Strategi ini memumkinkan perbandingan lebih dari satu kurikulum dan secara serempak tiap keberhailannkurikulum di ukr berdasarkan criteria khusus dari masing-masing kurikulum.
Model ini menggunakan computer sehingga tidak terhambat oleh kesalahan dan kelambatan. Semua masalah pengolahan statistic dapat dikerjakan dengan computer. Beberapa kesulitan yang di hadapi dalam model campuranmultivariasi ini antara lain:  
a. lebih sesuai digunakan untuk evaluasikurikulum sekolah dasar.    
b. Terlalu banyak varibel yang perlu dihitung pada suatu saat, kemampuan computer hanya sampai 40 variabel, sedangkan model ini dpat dikumpulkan sampai 300 variabel.
c. Adanya masalah saat menggunakan pendekatan penelitian yakni terkait dengan masalah pembandingan.
H.    Evaluasi Kurikulum PAI
Pendidikan agama islam merupakan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai fundamental islam, dimana setiap muslim terlepas dari disiplin ilmu apapun yang akan dikaji. Namun, persoalan yang kemudian muncul adalah praktek dan realita social yang terjadi di Indonesia, sering kali menjadi tolok ukur berhasil atau tidaknya suatu pendidikan agama islam disekolah. Buruknya kehidupan social di indonesia ditandai dengan praktek hidup korup, tingginya penggunaan narkoba serta kehidupan yang matrealistik menjadi pendidikan agama islam disekolah sebagai pihak yang memikul tanggung jawab.      
Ketua majlis Indonesia K.H. Sahal Mahfudz, menilai bahwa pendidikan agama islam selama ini belum bisa mempengaruhi system etika dan moral peserta didik, intelektual sekaligus aktifis pendidikan, Haidar Bagir menilai pendidikan agama islam tidak tidak lebih dari formalisme belaka, yang tidak ‘berbekas’ pada anak didik pendidikan agama islam menurut Bagir hanya terfokus pada arah kognisi sehingga ukuran keberhasilan anak didik dinilai ketika telah mampu menghafal dan menguasai materi, bahkan bagaimana nilai-nilai pendidikan agama islam seperti nilai keadilan, menghormati, silaturrahim, dsb, dihayati sungguh-sungguh dan kemudian di praktekkan. ini menunjukkan bahwa pendidikan agama islam selama ini lebih memfokuskan pada aspek kognitif dan kurang dapat melakukan transfer nilai yang harus diaplikasikan serta actual bagi kehidupan siswa. Akibatnya materi dalam kurikulum penmdidikan agama islam hanya di pahami sebagai pengetahuan semata yang cukup hanya di mengerti dan dihafalkan, yang akhirnya PAI menjadi seperti “bonsai” yang hanya cukup untuk memperindah ruangan.           
Oleh karena itu perlu adanya revitalisasi pendidikan agama islam yang melibatkan semua pihak yang terkait baik orang tua, guru, maupun masyarakat, perlu mengkaji proses dan struktur terbentuk aspek afektif dalam prosespembelajaran agama islam. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka revitalisasi pendidikan agama islam antara lain:
a. melakukan penilaian pencapaian belajr yang berorientasi pada aspek afektif.       
b. Mengubah cara pandang terhadapa kurikulum
pendidikan agama islam. 
c. Adanya pendekatan yang bersifat values clarification dalam pembelajan PAI.    
d. Mengubash strategi pembelajaran dari model ceramah ke yang lebih lua
s seperti: diskusi, wawancara dengan tokoh, pembuatan buku harian dsb.   
Selain diatas itu, pendidikan agama islam ini akan mampu meningkatkan EQ para siswa. Hal ini sangat penting karena dalam era globalisasi, para siswa harus memiliki daya saing global. Pendekatan klarifikasi nilai pendidikan agama islam ini akan mampu meningkatkan EQ para sisw agar mereka memiliki keunggulan kompetitif secara global . Hal ini sesuai dengan etos ajaran islam yang dikenal dengan fastabiqul khairat.[7]







BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Evaluasi kurikulum adalah proses sistematis untuk menentukan dan membentuk keputusan apakah suatu kurikulum yang edang berjlan atau telahn di jalankan sudah sesuai dengan kurikulum yang telah di tetapkan dalam rancangan         .
2. Tujuan evaluasi kerikulum adalah menyajikan informasi tentang area-area kelemahan kurikulum sehingga dari hasil evaluasi dapat dilakukan proses perbaikan dan penyesuaian dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat     
3. Model evaluasi kurikulum ada tiga yaitu Evaluasi Model Penelitian, Evaluasi model objektif, Evalusi model campuran multivariasi.           
4. Evaluasi kurikulum PAI saat ini masihdi perioritaskan pada segi kognii sehiungga perlu adanya revitalisasi kurikulum PAI.          













DAFTAR PUSTAKA

Hamdan, Pengembangan dan Pembinaan Kurikulum,  Banjarmasin. 2005.
H. Muhammad A I, Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, Sinar Baru Algesindo, Bandung. 2008.
Rusman, Manajemen Kurikulum, Rajawali Pers, Jakarta. 2009.
http://ulielalbert.blogspot.com/2010/10/evaluasi-kurikulum-pai.html?zx=2743053fdc6b77c3


[1] http://ulielalbert.blogspot.com/2010/10/evaluasi-kurikulum-pai.html?zx=2743053fdc6b77c3
[2] Hamdan, Pengembangan dan Pembinaan Kurikulum,  Banjarmasin, 2005,  hal. 53-54
[3] http://ulielalbert.blogspot.com/2010/10/evaluasi-kurikulum-pai.html?zx=2743053fdc6b77c3
[4] Rusman, Manajemen Kurikulum, Rajawali Pers, Jakarta, 2009,  hal. 94-95
[5]Hamdan, Op, cit. ,hal.  54-56
[6]H. Muhammad A I, Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2008,  hal. 130-132
[7] http://ulielalbert.blogspot.com/2010/10/evaluasi-kurikulum-pai.html?zx=2743053fdc6b77c3

Pembelajaran PAI Dan Manajemen Kelas Yang Efektif

BAB I
PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang
Pembalajaran PAI yang dilakukan oleh seorang pengajar  Dalam proses pembalajaran yang tersistematis dan terjadi pada setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena interaksi antara seseorang dan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan dan dimana saja. Adapun secara sederhana belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan terhadap diri manusia yang melakukan, dengan maksud memperoleh perubahan dalam dirinya pada tingkat pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta selalu ada usaha berupa latihan.[1 Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Sedangkan pembelajaran merupakan 


BAB II
PEMBAHASAN
Pembelajaran PAI Dan Manajemen Kelas Yang Efektif
(Sekilas pandangan mengenai keharusan pendidik dalam memanajemen kelas dengan baik)

1.      Pengartian Belajar

Belajar adalah suatu proses yang komplek sebagian dari proses belajar dapat ditujukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman sikap, dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaaan serta merupakan beberapa aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Tingkah laku sebagai proses dari hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal. Adapun faktor internal adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa, yaitu minat dan perhatiannya motivasi, kebiasaan usaha dan motivasi serta beberapa faktor lainnya. Sedangkan faktor eksternal dalam pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan menjadi tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Semua itu sangat mempengaruhi pembelajaran terutama di lingkungan sekolah yaitu tentang manajemen kelas yang akan berpengaruh pada proses pembelajaran siswa dalam meningkatkan efektifitas belajar yang lebih optimal. [2]

2.      Peranan Guru Dalam Proses Pendidikan Agama (Pembelajaran PAI)

Peranan guru sangat penting dalam proses pendidikan dan pendidkan yang berbasis Agama  (PAI). Baik buruknya pendidikan tersebut dipengaruhi bagaimana seorang guru bisa memanifestasikan dan mengaplikasikan sumbangsihnya ke dalam lembaga pendidikan formal untuk mewujudkan kecerdasan Bangsa dan cita-cita Negara serta Agama yang dianutnya, sehingga antara guru dan pendidikan PAI merupakan satu komponen yang tidak bisa dipisahkan. Jika dari kata “Pendidikan” berarti ada pendidik dan ada yang dididik, maka artinya guru dan murid. Seorang guru atau pendidik bekerja sesuai dengan kurikulum sekolah, baik pada tingkat MI/SD, MTs/SMP, MA/SMU. Karena itu, frekuensi pendidikan di dalam lembaga pendidikan Islam diharapkan mampu menghasilkan anak didik yang bisa menyelesaikan pendidikannya sesuai target yang telah ditentukan, dengan mengacu pada kurikulum PAI yang dijadikan sebagai program pembelajaran. Jika interaksi antara kurikulum PAI yang diajarkan oleh guru dengan kemampuan murid dalam menyerap materi itu menjadi satu kesatuan yang utuh, maka target maksimal akan tercapai secara seimbang.  
Dalam kenyataannya yang ada di lapangan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dewasa ini mutunya masih rentan karena belum mencapai target yang diinginkan secara memadai khususnya di sekolah umum. Selain realitas tersebut, ada asumsi bahwa “Dalam kehidupan sekolah sering kita lihat adanya para guru yang dapat dikatakan tidak berhasil dalam mengajar. Indikator dari ketidakberhasilan guru adalah prestasi siswa yang rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. Kegagalan ini bukan hanya ketidakberhasilan guru dalam mengajarkan tugasnya yaitu menguasai materi bidang studi Agama ketika penyampaian saja, akan tetapi ketidaktahuan guru dalam me-manage kelas. Hal ini berakibat pada ketidakefektifan pembelajaran khususnya PAI sehingga kualitas siswa menurun”.[3]
Proses belajar mengajar yang diselenggarakan di beberapa sekolah MI, MTs, dan MA sebagai pusat pendidikan formal  lebih dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa sendiri secara terencana baik dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam interaksi belajar tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa komponen yang antara lain terdiri atas: murid, guru, kepala sekolah, materi pelajaran, sarana prasarana (perpustakaan), lingkungan dan beberapa fasilitas lain yang memenuhi dalam proses  pembelajaran sehingga akan menunjang keefektifan proses pembelajaran.

3.      Manajemen Kelas
-          Pengertian Manajemen Kelas dan Implementasinya

Manajemen adalah suatu proses dalam mengintegrasikan sumber-sumber (mencakup orang-orang, alat-alat, media bahan-bahan uang dan sarana semuanya) yang diarahkan dan dikoordinasikan agar terpusat dalam rangka menyelesaikan tujuan. Sedangkan kelas adalah suatu satuan unit kecil siswa yang berinteraksi dengan guru dalam proses pembelajaran dengan beragam keunikan yang dimiliki baik dalam aspek fisik, psikis, latar keluarga, bakat dan minat yang kesemua itu perlu ditanggapi secara positif sebagai faktor pemacu dalam mewujudkan situasi dinamis yang dapat berlangsung dalam kelas, sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara efektif dan terarah sesuai dengan tugas-tugas perkembangan mereka. Jadi manajemen kelas adalah suatu upaya memberdayakan potensi kelas yang ada seoptimal mungkin mulai dari perencanaan kurikulumnya, penataan prosedur dan sumber belajarnya, pengaturan lingkungannya untuk memaksimalkan efisiensi dan memantau kemajuan siswa serta mengantisipasi beberapa masalah yang kemungkinan timbul di kelas tersebut dan mendukung proses interaksi edukatif  dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran khususnya bidang studi PAI, ada hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru. Guru hendaknya harus pandai dalam Manajemen kelas agar dalam pembelajaran berjalan secara efektif dan optimal. Adapun ruang lingkup dari manajemen kelas terdiri atas kegiatan akademik berupa perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran, serta berupa kegiatan  administratif yang mencakup kegiatan prosedural dan organisasional seperti, penataan ruangan, pengelompokan siswa dalam pembagian tugas, penegakan disiplin kelas, pengadaan tes, pengorganisasian kelas, pencatatan kelas dan pelaporan.[4]
a.       Perencanaaan, adalah serangkaian rencana yang tersusun secara sistematis yang dilkukan oleh pengajar dalam upaya untuk memfungsikan hal-hal yang berkaitan dengan pengajaran kedalam perencanaan operasional untuk mencapai tujuan pengjaran
b.      Pelaksanaan, adalah proses pembelajaran yang berlangsung dalam kelas atau diluar kelas yang dilakukan oleh guru dan siswa-siswanya dalam upaya mengoperasionalkan perencanaan yang telah dilakukan oleh guru.
c.       dan Penilaian, adalah proses evaluasi yang dilakukan oleh seoarang pengajar baik diakhir pembelajaran ataupun saat pemebelajaran berlangsung.

Dengan manajemen kelas ini maka siswa akan termotivasi dalam pembelajaran terutama pada manajemen Suasana Kelas yang pada khususnya merupakan modal penting bagi jernihnya pikiran dalam mengikuti pelajaran, sehingga anak akan merasa nyaman dan antusias. Dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang kondusif dan suasana yang cenderung rekreatif, maka akan dapat mendorong siswa untuk mengembangkan potensi kreatifitasnya.[5]

-          Efektifitas Pembelajaran PAI
Efektifitas adalah ketepatgunaan, hasil guna dan menunjang tujuan. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, dimana seseorang sengaja diubah dan dikontrol dengan maksud agar bertingkah laku atau bereaksi terhadap kondisi tertentu” Jadi efektifitas pembelajaran PAI adalah ketepatgunaa dalam proses pembelajaran pendidikan islam yang dilakukan oleh seorang pengajar dalam proses pembalajaran . Pendidikan agama Islam merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran agama Islam yang dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Jadi manajemen efektifitas kelas dalam proses pembeljaran PAI adalah suatu upaya memberdayakan potensi kelas yang ada seoptimal mungkin mulai dari perencanaan kurikulumnya, penataan prosedur dan sumber belajarnya, pengaturan lingkungannya untuk memaksimalkan efisiensi dan memantau kemajuan siswa serta mengantisipasi beberapa masalah yang kemungkinan timbul di kelas tersebut dan mendukung proses interaksi edukatif  dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajran tersebut haruslah mengacu pada ketepatguanaan metode pembelajaran yang digunakan, strategi yang mampu mengaktifkan sisiwa, sumber belajar yang memadai, dan materi ajar yang tersrtuktur dan sistematis yang menjadi bahan belajar dalam proses pembelajaran di dalam kelas.
Peran serta efektifitas pendidikan Agama Islam di sekolah sebagai pemberi nilai spiritual terhadap kesejahteraan masyarakat haruslah ditingkatkan. Dengan asumsi jika pendidikan agama dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakat akan jauh lebih baik. Akan tetapi melihat fenomena yang terjadi sekarang , seolah-olah Pendidikan Agama Islam dianggap kurang memberikan kontribusi yang menuju arah itu tanpa melihat problem sebenarnya pada Pendidikan Agama Islam. Akan tetapi setelah ditelusuri ternyata adalah kurangnya seorang guru dalam memerankan manajemen kelas. Dan memang tidak adil jika harus menimpakan tanggung jawab atas munculnya kesenjangan antara harapan dan kenyataan itu kepada Pendidikan Agama Islam. Sebab pendidikan agama di sekolah bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian siswa. Apalagi dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam tersebut masih terdapat beberapa kelemahan yang mendorong dilakukannya penyempurnaan yang konsisten. Kelemahan lain, materi Pendidikan Agama Islam, termasuk materi akhlaq yang lebih terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap (afektif) serta pembiasaan (psikomotorik).
Salah satu usaha yang dapat dijadikan sebagai solusi dalam masalah pembelajaran PAI adalah  pengimplementasian  manajemen kelas dalam pembelajaran PAI khususnya di Sekolah sekolah baik tingkat dasar, menengah dan lanjutan.[6]

-          Pentingnya Manajemen Kelas Dalam Proses Pembelajaran

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam dunia pendidikan dan pendidikan Islam khusunya. Berbagai upaya untuk mencapai tujuan pendidikan Indonesia dewasa ini juga terus berlangsung dan berkembang. Adapun salah satu upaya yang diprioritaskan untuk mencapainya adalah peningkatan mutu pendidikan. Untuk peningkatan mutu pendidikan ini seluruh komponen pendidikan juga perlu ditingkatkan. Selain itu juga dengan adanya otonomi daerah maka muncul sebuah keputusan baru dalam sektor pendidikan terkait dengan upaya peningkatan mutu pendidikan sekolah yaitu Manajemen Berbasis Sekolah. Dalam mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien, para guru harus berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas dengan tepat agar pembelajaran berlangsung secara maksimal, efisien dan efektif.[7] Karena kelas merupakan media pertemuan segala komponen pendidikan serta ujung tombak dan juga basis pendidikan. 



[1] Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1990), Hlm. 19
[2]Nana Sudjana, CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru, 1989), Hlm.54

[3] Suharsimi Arikunto , Op Cit  hlm. 190-191.
[4]  Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi (Bandung: Remaja Rosydakarya, 2002), hlm.57
[5] Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hlm. 207
[6] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah  (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm.164
[7] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset), hlm. 131.